Social Icons

Pages

Senin, 27 Desember 2010

Golongan yang tersesat tidak semuanya keluar dari islam dan tidak semuanya kafir.

Oleh; Abu Nabiela eL Medina
Pembahasan ini sangat penting karena kita tidak ingin saudara-saudara kita lansung berkesimpulan salah setelah membaca atau mendengar hadits perpecahan umat. Karena jumlah golongan yang disebutkan dalam hadits perpecahan sebelumnya tidaklah bermakna bahwa semuanya kafir walaupun semuanya masuk neraka. Jadi, semuanya mendapat ancaman neraka dan tidak semuanya kafir atau keluar dari Islam. Oleh sebab itu, Syaikhul Islam Ibn Taimiyah-rahimahullah-berkata;
”barang siapa yang mengatakan bahwa setiap golongan dari ke 72 golongan menjadi kafir dengan kekafiran yang mengeluarkannya dari Islam, sungguh mereka telah menyelisihi al Qur’an dan as Sunnah dan ijma’ sahabat bahkan ijma ke empat imam dan imam yang lain, namun tidak ada diantara mereka yang mengkafirkan setiap dari ke 72 golongan, hanyalah mereka dikafirkan sebagiannya dengan beberapa perkataan(sebab, pen-)”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga berkata;”walaupun termasuk dalam ke 72 golongan, namun sesungguhnya di dalam setiap golongan terdapat banyak orang yang tidak tergolong kafir, bahkan adalah orang-orang beriman yang di dalamnya ada kesesatan dan penyimpangan yang karenanya mereka berhak mendapatkan ancaman, sebagaimana pelaku maksiat dari kaum mukminin (juga)berhak atasnya. Dan Nabi Sahallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak mengeluarkan mereka dari Islam; bahkan Beliau menjadikan mereka diantara umatnya, dan Beliau tidak pernah berkata bahwa mereka kekal di neraka”. Ini adalah kaidah agung yang penting untuk diperhatikan, karena banyak orang yang menisbatkan dirinya kepada sunnah (namun)di dalamnya mereka(melakukan) bid’ah dari jenis bid’ah Rafidhah dan Khawarij. Dan sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam seperti Ali bin Abi Thalib, dan yang lainnya tidak mengkafirkan kaum Khawarij yang telah mereka perangi”.
Beliau –rahimahullah- juga berkata;”barang siapa yang mengkafirkan ke 72 golongan-barang siapa yang mengkafirkan mereka secara mutlak- sungguh ia sudah menyelisihi al-Qur’an dan as Sunnah, ijma sahabat dan yang mengikuti mereka dengan baik, karena hadits 72 golongan tiidak terdapat pada ash Shahihain(bukhari-muslim), dan hadits tersebut telah dilemahkan oleh Ibnu Hazm dan lainnya, akan tetapi yang lain (ada)menghasankannya atau menshahihkannya. Hadits tersebut telah diriwayatkan oleh Ahlussunan(Abu Dawud, At tirmidzy, An Nasaa-i, Ibnu Majah) dan telah diriwayatkan dari banyak jalan, dan perkataannya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam;”72 golongan di neraka dan satu golongan di surga” tidaklah lebih besar(ancamannya,pen-) dari firmanNya Ta’ala; “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (an Nisaa:10), dan Allah berfirman; “dan Barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (an Nisaa:30)dan nash-nash(dalil-dalil) jelas yang semisal dengannya tentang masuknya orang-orang yang melakukan demikian ke dalam neraka”.
Jadi, ancaman dalam hadits tidak bisa kita maknai bahwa orang-orang yang diancam tersebut semuanya patut masuk neraka, atau semuanya dihukumi keluar dari dari Islam. Akan tetapi, kita hukumi mereka berdasarkan keyakinan dan tingkat penyimpangannya.

Hadits Tentang Perpecahan Umat Dan Perkataan Ulama Tentangnya

Oleh; Abu Nabiela eL Medina
Dari Abdullah bin Amru beliau berkata; berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam; “umatku akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu, (yaitu) apa yang saya dan sahabatku berada di atasnya”. Dalam riwayat yang lain yang diriwayatkan dari Bintu sa’d atau sa’dah; “.....semuanya di neraka kecuali satu, dan dia adalah al jama’ah”.

Sobat muda, golongan-golongan yang memisahkan diri dari al jama’ah secara garis besar terdiri dari empat golongan pokok. Empat golongan inilah yanng bercabang dan darinyalah pemahaman sesat berakar dan menancapkan pengaruhnya hingga bercabang cabang dalam jumlah yang sangat banyak.
Adapun keempat sumber pokok golongan sesat tersebut adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh al Imam Ibnu Batthah-rahimahullah- ketika beliau menjelaskan makna dalam hadits perpecahan umat, beliau berkata;”....telah berkata kepada kami Abu Bakr Ahmad bin Sulaiman an Najjaad, dan Abu Umar Ubaidullah bin Muhammad bin Ubaidul ‘Athaar, dan Abu Bakr Muhammad bin al Husain, dan Abu Yusuf Ya’qub bin Yusuf, mereka semua berkata;” telah berkata kepada kami Abu Bakr Abdullah bin Sulaiman bin al Asy’ats as Sijistaany Beliau berkata; “telah berkata kepada kami al Musayyib bin Waadhih Beliau berkata; saya mendengar Yusuf bin Asbaath berkata; “pokok bid’ah ada empat; ar Rawaafidh, al Khawaarij, al Qadariyyah dan al Murji’ah, kemudian setiap golongan tersebut bercabang kedalam 18 golongan, maka itu berjumlah 72 golongan, dan golongan yang ke 73adalah al jama’ah yang telah Rasulullah katakan bahwasanya dialah an Naajiyah(golongan selamat)”.
Dan perlu kita ketahui bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam tidak pernah menyebutkan bahwa golongan ulama fiqih adalah yang termasuk dalam golongan yang masuk neraka. Kenapa demikian? Karena mereka berselisih atau berbeda pendapat dalam masalah cabang ilmu fikih sedangkan mereka telah sepakat dalam masalah pokok dalam agama. Mereka berbeda pendapat dalam cabang ilmu fikih yaitu hukum halal dan haram. Pandangan ulama terhadap perbedaan pendapat dalam masalah cabang fikih ada dua yaitu;
Yang pertama; pendapatyang memandang bahwa ulama yang berbeda pendapat tersebut semuanya adalah mujtahid, mereka semua hanya berbeda dalam cabang fikih dan semuanya benar(mendapat pahala).
Yang kedua; pendapat yang memandang bahwa salah satu pihak yang berselisih mendapat satu pahala, dan yang lainnya bersalah tapi tidak sampai pada mensesatkannya.
Kita tegaskan bahwa perselisihan dalam masalah cabang senantiasa berdasarkan ijtihad atas dalil-dalil yang benar, shahih dan jelas. Jika terdapat dalil yang shahih, maka wajib untuk merujuk padanya. Karena Allah Ta’ala berfirman; “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an Nisaa:59.)

Peringatan Untuk Tidak Berpecah

Oleh; Abu Nabiela eL Medina
Peringatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam senantiasa memberikan petunjuk kepada umatnya dalam setiap amalan yang dilakukan oleh umatnya baik berupa amal kebaikan maupun keburukan. Beliau telah memperingatkan kepada umatnya untuk tidak terjatuh pada perpecahan, mengikuti hawa nafsu dan berbuat bid’ah sekaligus Beliau juga mengabarkan bahwa umatnya akan terjatuh di dalamnya hingga yang tersisa dan selamat adalah satu kelompok saja yaitu umatnya yang senantiasa berpegang teguh pada alqur’an dan assunnah. Meraka itulah yang disebut dengan ahlussunnah waljama’ah.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berwasiat dengan sabdanya; “dan hendaklah kalian (bersama) jama’ah karena sesungguhnya tangan Allah di atas jama’ah” juga sabdanya; “karena sesungguhnya setan bersama dengan yang sendiri dan dia(setan) terhadap yang berdua sangat jauh”, juga sabdanya; “barang siapa yang melihat sesuatu yang ia benci dari pemimpinnya, maka hendaklah ia bersabar atasnya, karena barang siapa yang menyelisihi jama’ah ukuran sejengkal; maka sungguh ia telah melepas ikatan tali Islam dari lehernya” juga sabdanya; “barang siapa yang mendatangi kalian dan (atau) salah seorang laki-laki dari kalian memerintahkan kalian dengan maksud untuk memecah belah persatuan kalian, maka tebaslah lehernya dengan pedang siapapun orangnya”.
Hadits-hadits tersebut dalah ajakan yang sangat jelas dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam untuk menyatukan pendapat dan menjauhi perpecahan dan perbedaan. Di dalamnya juga kita dilarang untuk keluar dari pemerintahan yang sah. Semuanya merupakan petunjuk yang jelas akan wajibnya berkumpul dalam naungan al-Qur’an dan as Sunnah yaitu jalan yang lurus.
Telah diriwayatkan secara mutawatir bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; “senantiasa akan ada sekelompok dari umatku yang berada diatas kebenaran sampai datangnya hari kiamat” ini adalah kabar gembira bagi umat Islam bahwa kebenaran akan tetap eksis dan berjaya sampai hari kiamat, juga bahwa akan ada kelompok dari umat ini yang berada di atas jalan yang lurus, berpegang teguh pada petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan tentu saja mereka akan mendapatkan pertolongan dari Allah Subhanahu Wata’ala. Untuk itu, janganlah kamu bersedih dan putus asa atas musibah perpecahan yang menimpa umat Islam. Justru, seharusnyalah kamu kita bangkit menuju kemuliaan Islam dan kaum muslimin dengan menjaga persatuan umat, selalu berjamaah dan berpegang teguh pada al-Qur’an al Kariim dan Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang shahih.
Peringatan Dari Generasi Shalih Terdahulu
Pendahulu kita dari kalangan para sahabat dan generasi shalih setelahnya juga telah mengikuti jejak al-Qur’an dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam memperingatkan umat ini akan bahaya bid’ah dan memperturutkan hawa nafsu. Setelah perpecahan muncul dan memecah belah barisan umat, para sahabat dan generasi shalih terdahulu tidaklah tinggal diam, merekalah mengambil posisi di saf terdepan untuk menghadapi para pelaku perpecahan dan bid’ah tersebut. Mereka bangkit untuk beramar ma’ruf nahi mungkar dan menasehati umat. Pada pembahasan ini, kita hanya akan memaparkan sebagian dari perkataan mereka yang menunjukkan bahwa mereka memiliki perhatian yang besar terhadap musibah perpecahan ini.
Umar bin Khatthab pernah berkata; “waspadailah para pemilik para pemuja akal karena sesungguhnya para pemuja akal adalah musuh-musuh sunnah, mereka telah bercapek-capek menghafal hadits namun mereka (memahami hadits) berdasarkan akalnya; lalu merekapun tersesat dan menyesatkan” peringatan umar ini telah terbukti. Kita telah melihat munculnya golongan khawarij di akhir pemerintahan utsman bin affan. Mereka memahami alqur’an dan hadits dengan pemahaman yang salah dan berdasarkan akalnya yang terbatas. Selain itu, ada juga golongan yang menolak hadits, mencari-cari ayat yang mutasyaabihaat yaitu ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan Hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib sehingga merekapun salah paham dan tersesat.
Abdullah Bin Mas’ud berkata; waspadailah apa-apa yang dibuat manusia berupa bid’ah, karena sesungguhnya agama tidaklah pergi dari hati sekaligus, akan tetapi setan membuatkan untuknya bid’ah sehingga keluarlah iman dari hatinya, dan dikhawatirkan manusia akan meninggalkan apa-apa yang telah Allah lazimkan kepada mereka berupa fardhuNya dalam shalat, dan puasa dan halal dan haram dan mereka berbicara tentang Tuhannya Azza Wajalla, maka barang siapa yang mendapati zaman itu, hendaklah ia melarikan diri, dikatakan; wahai Abu Abdurrahman, lalu kemana(melarikan diri)? Beliau berkata; tidak kemana-mana, beliau berkata; melarikan diri dengan hatinya, dan agamanya, tidak duduk (bersama) seorang pun dari pelaku bid’ah”.
Sa’id bin al Musayyib-rahimahullah- berkata; “jika manusia berbicara tentang Tuhannya, dan tentang malaikat, setan akan muncul kepadanya(mendatanginya) lalu mendorongnya kepada penyembahan patung-patung”.
Berkata Abul ‘Aliyah;”berpegang teguhlah pada sunnah nabi kalian Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan yang para sahabatnya berada diatasnya, dan tinggalkanlah al ahwaa(orang-orang yang memperturutkan hawa nafsu) yang melontarkan permusuhan dan kebencian diantara manusia.”
Berkata Imam asy Sya’by;”pendapat(akal) itu hanyalah semisal bangkai, jika manusia membutuhkannya ia memakannya, dan pendapat(akal) dalam agama pada hakikatnya landasannya adalah hawa nafsu, sedangkan agama berpondasi diatas wahyu, dan tidak ada kesempatan didalamnya untuk berijtihad(berpendapat sendiri-sendiri).”
Berkata Sufyan ats Tsaury –Rahimahullah- ;”bid’ah itu lebih disenangi iblis ketimbang maksiat. Orang bertaubat dari maksiat, dan(sebaliknya) orang tidak dapat bertaubat dari bid’ah”. Karena Terkadang orang yang berbuat maksiat lebih bisa diharapkan taubatnya daripada orang yang berbuat bid’ah karena kuatnya anggapan mereka bahwa amalan yang mereka kerjakan itu benar meskipun tidak ada contohnya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Imam al Baghawy-rahimahullah- dalam kitabnya syarhussunnah berkata; “ulama salaf(terdahulu) dari kalangan ahlussunnah waljama’ah telah sepakat atas pelarangan tentang perdebatan dan saling berbantah dalam masalah sifat-sifat(Allah), dan atas pelarangan untuk terjun ke dalam ilmu kalam(logika) dan mempelajarinya”.

Ancaman Bagi Pengikut Hawa Nafsu Dan Pemecah Belah Umat

Oleh; Abu Nabiela eL Medina
Masalah perpecahan dan perpselisihan adalah sangat penting dan memprihatinkan. Oleh sebab itu, kami akan menyebutkan ancaman dan peringatan keras dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk tidak terjatuh dalam perpecahan apalagi sampai tersesat. Na’udzubillah min dzalik. Disamping itu, perkataan generasi shalih terdahulu juga sangat tepat untuk kita jadikan sebagai petunjuk dalam meniti jalan penuh syubhat dan syahwat ini.

1. Al Quran melarang umat Islam untuk berpecah dan berselisih
Al Qur’an telah menjelaskan kepada kita bahwasanya perpecahan itu pasti akan terjadi dan tidak akan bisa dihindari. Perpecahan adalah sunnatullah yang tidak akan pernah tergantikan atau diubah pada setiap kaum dan manusia secara keseluruhan. Namun, Telah banyak pula ayat yang menyebutkan tentang larangan dan peringatan untuk tidak berpecah yang ditujukan kepada ahlul kitab dan umat-umat terdahulu yang berpecah, berselisih dan bercerai berai menjadi suatu kelompok, partai dan golongan. Padahal, Allah telah menurunkan kepada mereka petunjuk berupa kitab-kitab supaya mereka mewaspadai perpecahan tersebut, Allah juga telah mengirim Rasul-rasulnya agar manusia senantiasa bersatu di dalam kebenaran yang datangnya dari Allah Ta’ala semata bukan selainnya.
Dan ayat-ayat yang menjelaskan akan hal itu sangatlah banyak, diantaranya; firman Allah Ta’ala; “dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.”(al An’am: 153.) jalan yang lurus adalah Al Qur’an dan Islam. Jalan yang lurus adalah fitrah yang telah Allah tanamkan dalam diri manusia sejak lahir. Sedangkan jalan-jalan yang lain adalah hawa nafsu, perpecahan, bid’ah dan perkara-perkara baru. Mujahid –rahimahullah- ketika mengomentari firman Allah; “dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain)” Beliau berkata ; yakni bid’ah dan syubhat-syubhat dan kesesatan-kesesatan”.
Allah Ta’ala telah mengabarkan bahwasa ada sebagian orang yang memperturutkan nafsunya untuk mengetahui perkara syubhat yaitu masalah –masalah yang hanya Allah saja yang tahu. Allah menyebutnya sebagai Ahlu azzaigh dan al Fitnah yaitu orang-orang yang memperturutkan hawa nasunya dan pemecah belah umat., Allah Ta’ala berfirman;
Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.(Ali Imran: 7)
Ayat yang muhkamaat ialah ayat-ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah. Termasuk dalam pengertian ayat-ayat mutasyaabihaat: ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali sesudah diselidiki secara mendalam; atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang mengetahui seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan yang ghaib-ghaib misalnya ayat-ayat yang mengenai hari kiamat, surga, neraka dan lain-lain.
Allah Tabaaraka Wata’ala telah melarang umat ini dari apa yang telah membuat umat-umat terdahulu terjatuh dalam perpecahan dan perselisihan setelah datang kepada mereka penjelasan, Allah juga telah menurunkan kepada mereka kitab-kitab. Allah Ta’ala berfirman;
dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,(Ali Imran: 105) dalam ayat yang lain, Allah juga telah mengancam orang-orang yang melakukan perpecahan dengan adzab yang besar. Allah menjelaskan tentang keadaan mereka kelak di akhirrat dalam firmanNya;”pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. ".(Ali Imran:106) Ibnu Abbas berkaata; “wajah para pengikut sunnah putih berseri dan wajah pelaku bid’ah hitam muram”.
Diantara ketetapan Allah Ta’ala atas hamba-hambaNya adalah bahwa mereka senantiasa akan berselisih dan berpecah kecuali yang mereka yang dirahmati olehNya. Allah telah menetapkan ini sebagai cobaan dan takdir yang takkan bisa diubah oleh siapapun, Allah berfirman; “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat,”(Huud : 118.)
Allah –tabaaraka wata’ala- mencela kedua belah pihak yang berpecah dalam firmanNya Ta’ala; “tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.” (Huud:118-119) Allah mengecualikan orang yang mendapatkan rahmat dari perselisihan (tersebut), begitupula FirmanNya Ta’ala; “yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan Al kitab dengan membawa kebenaran; dan Sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (dari kebenaran).” (al Baqarah: 176.)

JANGAN BERPECAH!

Oleh; Abu Nabiela eL Medina
Saudaraku, Sesungguhnya perpecahan kaum muslimin saat ini tidak ada hubungannya dengan Islam sebagai agama yang benar. Akan tetapi semua itu diakibatkan oleh kurangnya ilmu dalam memahami syariat Allah, menuhankan akal, sifat fanatik, atau kemunafikan. Semuanya adalah konsekuensi dari umat yang tidak mau berpegang pada al-Qur’an dan hadits sesuai pemahaman orang shalih terdahulu dari kalangan sahabat, tabi’in dan at-ba’ut tabi’in..

Mengenal aliran sesat bukanlah untuk menebar perpecahan dalam tubuh umat Islam. Karena yang haq telah nyata dari yang bathil. Namun, sebagai langkah cerdas menuju shiraathal mustaqiim, jalan keselamatan yang kita idam-idamkan. Kenalilah musuhmu sebagai bekal menuju remaja muslim yang tangguh dalam menampik serangan-serangannya.
I. Pengertian perpecahan
Secara bahasa, iftiraq(perpecahan) adalah lawan dari persatuan. Allah Ta’ala berfirman; dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, ..(Ali Imran:103) Allah Ta’ala melarang kita berpecah setelah awalnya kita bersatu. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; “ penjual dan pembeli (boleh) menawar selama keduanya belum berpisah” maksudnya penjual dan pembeli boleh melakukan tawar menawar dalam praktek jual beli selama keduanya belum berpisah dari tempat akad tersebut, sehingga keduanya pun berpaling satu sama lain.
Secara istilah, iftiraq bisa diartikan dalam beberapa makna;
a. Perpecahan dalam agama dan perselisihan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala; dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, ..(Ali Imran:103) juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam; “ kamu yahudi berpecah menjadi 71 atau 72 golongan” perpecahan dalam makna ini adalah perpecahan dalam maslah prinsip pokok agama yang mengarah kepada perselisihan dalam agama dan keluarnya seseorang dari jalan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
b. Perpecahan dalam tinjauan syariat juga bisa diartikan sebagai memisahkan diri/keluar dari jama’ah kaum muslimin. Yaitu jama’ah kaum muslimin di zaman Rasulullah, sahabat, jamaah Ahlussunnah yang masih dan senantiasa konsisten di atas petunjuk mereka(Rasulullah dan sahabat) setelah terjadinya perpecahan. Maka, barang siapa yang menyelisihi jalan mereka pada masalah-masalah prinsip yaitu dalam aqidah dan menyelisihi manhaj(metode) mereka dalam beragama, keluar dari pemimpin kaum muslimin yang sah ataumenghalalkan darah(bolehnya membunuh) kaum muslimin, semuanya bisa masuk dalam pengertian iftiraq. Rasulullah bersabda; dalam lafazh muslim “barang siapa yang keluar dari ketaatan(pada pemimpin) dan yang menyelisihi jamaah(kaum muslimin) kemudian mati, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah”.
Untuk lebih jelasnya, kita bisa katakan bahwa yang dikatakan berpecah adalah yang menyelisihi jamaah, keluar dari ketaatan pada pemimpin kaum muslimin yang sah, menghalalkan darah kaum muslimin, memberontak dan berperang dibawah bendera, kelompok, suku, partai atau perkumpulan dengan maksud dan tujuan yang tidak syar’i, semua karakter tersebut bisa masuk dalam kategori orang yang mengadakan perpecahan, menyelisih dan mengikuti hawa nafsu.
Saudaraku, perpecahan ini tidak terlepas dari peran setan La’natullahi ‘Alaihi. Bahkan, inilah media utama bagi setan untuk menarik sebanyak-banyaknya pengikut ke neraka. Lewat perpecahan inilah setan menghancurkan barisan kaum muslimin sejak zaman kenabian sampai detik ini. Yah, sampai saat kamu membaca buku ini, kaum muslimin masih dilanda perselisihan dan perpecahan. Nampak dalam banyak kerusuhan dan pertikaian yang menimbulkan korban harta dan nyawa yang tidak sedikit disebabkan oleh perpecahan dengan berbagai latar belakangnya.
Namun, kami tegaskan bahwa pembahasan kita ini bukanlah ungkapan rasa bahagia atas tersesat dan jauhnya kaum muslimin dari jalan hidayah. Bukan pula atas keinginan untuk menginjak-injak kehormatan mereka dengan membeberkan dan memunculkannya dipermukaan. Bukan juga sebagai sikap setuju dan sekedar menjadi penonton setia atas musibah ini.
Sejarah membuktikan bahwa pemecah belah umat selama ini adalah para pelaku bid’ah yaitu orang-orang yang mengada-adakan sesuatu dalam agama atau membuat syariat selain dari syariat Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Bid’ah yang mereka adakan mencakup bid’ah dalam aqidah, perkataan maupun perbuatan bahkan ada yang mengumpulkan ketiga jenis bid’ah tersebut.
Jadi, pelaku bid’ah dapat pula kita sebut sebagai pemecah belah umat karena syariat baru yang dibuatnya membuat umat tersesat dan jauh dari jalan yang ditentukan oleh Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Namun tidak semua orang yang melakukan bid’ah bisa kita hukumi sebagai orang yang telah keluar dari jalan Rasulullah karena diantara mereka ada yang melakukannya bukan ata dasar kesengajaan tapi atas dasar ketidaktahuan atau hasil dari ijtihad(usaha maksimal dalam mengeluarkan dan menetapkan hukum dalam masalah syariat berdasarkan dalil-dalail yang ada)yang dilakukan oleh para ulama, bid’ah tersebut bukan bid’ah yang berat yang berkonsekuensi pada kekafiran dan pelakunya tidak menyebarkan bid’ah tersebut. Sebagaimana yang terjadi pada beberapa ulama Ahlussunnah waljama’ah seperti Qatadahdengan perkataannya dalam maslah takdir, Abdurrazzak bin hammam dan al Hakim an Naissabuury dalam masalah tasyayyu’(pro terhadap Ali bin Abi Thalib), Ibnu Hajar dan An Nawawy dalam masalah ta’wil(penafsiran) tentang nama-nama dan sifat Allah. –semoga Allah merahmati mereka semua-
Saudaraku, mari berkhidmat untuk Islam. Kita singkirkan benih-benih perpecahan yang telah mengacaukan barisan kaum muslimin. Ajaklah umat ini untuk bersatu dengan mengungkap sumber utama penyebab perpecahan yang selama ini melanda mereka. Karena kembali kepada kebenaran dan persatuan adalah cita-cita bersama. Bersatu kembali dan merapatkan barisan untuk melawan serangan musuh sekaligus mengajak mereka kembali ke jalan hidayah dan memeluk Islam dengan penuh keikhlasan.
Ingatlah sobat, umat ini tidak akan berjaya kecuali jika mereka kembali meniti jalan yang membuat umat sebelumnya berjaya. Dan wasiat agung ini telah disampaikan oleh Imam Malik bin Anas –semoga Allah merahmatinya-.
Untuk lebih jelasnya, kami paparkan tujuan pembahasan ini yaitu;
Pertama;mengingatkan kaum muslimin tentang keadaan pendahulu mereka yang mempunyai kemuliaan, kehormatan dan kewibawaan yaitu disaat mereka bersat, satu sikap, hati dan pikiran.
Kedua;mengalihkan perhatian mereka kepada keadaan yang sedang mereka alami berupa kerugian dan kekacauan akibat dari perpecahan.
Ketiga;mengarahkan umat kepada persatuan diantara mereka dengan menjelaskan tentang dampak buruk yang ditimbulkan dari perpecahan serta dampak positif atau keuntungan yang diperoleh dari persatuan mereka.
Keempat;menyingkap akar permaslahan dan sebab perpecahan yang telah telah melanda kaum muslimin selama ini agar kaum muslimin menjauhinya dan berhati-hati darinya.
Kelima;mendeteksi perbedaan antara aqidah islam yang shahih dengan aqidah, pemikiran dan pendapat bathil yang sengaja disusupkan dalam tubuh Islam.
Keenam;menguraikan secara mendetail pergerakan dan pemikiran yang dilancarkan oleh para pembelot dari jalan yang lurus. Sehingga nampaklah sepak terjang mereka dalam memecah belah kesatuan umat Islam. Karena pada hakikatnya musibah yang melanda umat terdahulu telah terjadi pula di zaman ini akibat dari penyimpangan terhadap petunjuk alquran dan as sunnah.
Jadi, sesungguhnya perpecahan yang terjadi saat ini tidak lepas dan erat sekali hubungannya dengan Pikiran dan pemahaman kaum sesat terdahulu yang telah mereka wariskan dan sebarkan secara turun temurun dari generasi ke generasi.
Ketujuh;mempelajari jalan golongan yang lurus yang mengambil selalu berpegang teguh pada alqur’an dan as sunnah serta menjauihi pemahaman sesat dan menyimpang dari aqidah yang shahih.
Kedelapan;membentengi diri sekaligus mengadakan perlawanan terhadap syubhat-syubhat yang dihembuskna oleh musuh Allah Ta’ala.
Kesembilan;memberikan motivasi kepada kaum muslimin untuk melakukan penelitian ilmiah dalam mengungkap kesesatan musuh dan mencegah usaha mereka dalam merusak akidah umat dengan membantah syubhat-syubhat mereka lewat dakwah lisan dan tulisan.
Saudaraku di jalan Allah, walaupun tokoh-tokoh utama golongan sesat telah tiada, perang melawan mereka tentu saja tidak akan pernah berhenti begitu saja. Walaupun ulama kita telah mencurahkan waktu dan pikiran mereka untuk melawan musuh dengan menulis buku-buku dan dakwah di mimbar-mimbar. Karena, musuh dan ancaman umat Islam tidaklah terbatas pada tokoh dan zaman saja melainkan pemikiran dan pemahaman sesat yang senantiasa diwariskan hingga saat ini.
Sebuah contoh, mu’tazilah. Pemikiran golongan ini masih mengakar kuat sampai saat ini. Golongan ini ditunggangi oleh orang-orang yang pemikirannya telah dipengaruhi oleh kemajuan zaman baik di negri barat maupun timur. Mereka mengagungkan akal dan menjadikannya sumber hukum pada setiap permasalahan. bagi mereka, yang tidak menggunakan akal adalah terbelakang. Pada hakikatnya, mereka ingin keluar dari aturan dan metode Islam namun mereka masih menyembunyikannya. Pemikiran mereka nampak dalam pergerakan dakwah khususnya dikalangan generasi muda Islam. Pemikiran dan pemahaman mereka berasal dari golongan khawarij terdahulu. Seperti mengkafirkan sesama muslim dan menghalalkan darah mereka.
Demikian pula golongan sufiyah dengan ajarannya yang semakin merebak dalam masyarakat. Seperti berkembangnya khurafat, tahayul dan penafsiran mimpi yang kemudian dijadikan sebagai sumber hukum, mengundang roh-roh dan membaha s hal-hal ghaib tanpa dasar dalil yang shahih, mengagungkan orang tertentu disertai ghuluw/fanatik berlebihan. Pemahaman dan ajaran mereka pun tidak lepas dari warisan pendahulu mereka dari golongan al baathiniyyah dan Syiah yang identik dengan sikap ghuluw. Dan masih banyak lagi yang belum kita bahas pada bab ini.
Jadi, selain mempelajari sejarah golongan sesat terdahulu, dalam pembahasan masalah perpecahan ini, secara otomatis kita juga telah mempelajari golongan sesat masa kini karena hubungan erat antara keduanya sebagaimana telah kita paparkan sebelumnya. Bahkan, dapat kita katakan bahwa pemikiran dan pemahaman sesat telah menghiasi keseharian para generasi muda Islam. Sehingga sikap diam dan tidak mau mendakwahkan kesesatan musuh adalah menggugurkan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar. Al hasil, mempelajari perpecahan umat dan golongan sesat adalah kebutuhan mendesak dan darurat melihat banyaknya maslahat(manfaat) di dalamnya.

Minggu, 28 November 2010

Ketika Kemaksiatan Begitu Mudah

Saat ini, keberadaan maksiat dipandang sebagai sebuah tradisi yang wajar. Bahkan dianggap kebutuhan pokok oleh sekelompok orang. Walhasil, pancaindera kita pun akrab dengan pelbagai bentuk kemaksiatan. Mulai dari yang kecil hingga yang serius. Padahal Islam mengajarkan, maksiat betapa pun kecil dan remeh bentuknya akan membawa dampak negatif bagi kehidupan pribadi pelakunya dan masyarakat. Tak hanya di akhirat kelak, namun juga di dunia.



Mungkin seorang yang bermaksiat mendapatkan kesenangan saat melakukan kemaksiatan itu. Mungkin juga ia mendapatkan kenikmatan yang dirasakan ketika tengah berkubang dalam kemaksiatan tersebut. Namun, kesenangan yang dirasakannya itu hanyalah kesenangan yang menipu.

Kenikmatan yang dirasakan itu tak lain adalah kenikmatan palsu. Semua itu karena pelaku maksiat tersebut hanya akan membuat murka Allah, Dzat yang telah menciptakan dirinya. Sekaligus menantang permusuhan kepada-Nya. Pelaku maksiat juga telah menyerobot sesuatu yang bukan menjadi hak dia untuk dikerjakan. Sehingga, bagaimana mungkin dia bisa hidup dengan damai? Dan bagaimana jiwanya bisa tenang? Sedangkan Allah سبحانه وتعلى berfirman di dalam Al-Qur’an, artinya:

"Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan." (QS. An-Nisa: 14).

PENYEBAB UTAMA KEMAKSIATAN
Imam Ibnu Qayyim mengatakan, “Penyebab utama timbulnya semua kemaksiatan baik yang besar maupun yang kecil ada tiga, yaitu:

Pertama, keterkaitan hati kepada selain Allah. Kedua, menuruti dorongan amarah. Ketiga, menuruti dorongan syahwat. Keempat, kemaksiatan tersebut terwujud dalam perbuatan syirik, kezhaliman dan perbuatan-perbuatan keji.

Bentuk keterkaitan hati kepada selain Allah cabang-cabangnya begitu banyak dan tingkatan tertinggi di cabang tersebut ialah syirik serta mengakuai keberadaan ilah selain Allah. Sedangkan bentuk menuruti dorongan amarah juga memiliki cabang-cabang di ataranya membunuh jiwa yang diharamkan Allah, inilah cabang tertinggi. Dan bentuk menuruti dorongan syahwat yang tertinggi dalam cabang-cabangnya ialah melakukan perbuatan zina. Oleh karena itulah Allah mengumpulkan ketiganya dalam firman-Nya:

"Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina,…" (QS. Al-Furqan: 68).

Ketiga perbuatan di atas saling tarik menarik. Syirk menarik seseorang kepada kezhaliman dan perbuatan keji, sebagaimana ikhlas dan tauhid akan menjauhkan seseorang dari kezhaliman dan kekejian itu. Demikian juga kezhaliman, ia menarik seseorang pada syirik dan pebuatan keji, sebab syirik adalah puncak dari segala kezhaliman seperti yang difirmankan oleh Allah:

"Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar." (QS. Luqman: 13).

Dan perbuatan keji itu sendiri juga dapat menyeret pelakunya kepada perbuatan syirik dan kezhaliman. Ketiganya saling berkaitan, yang satu mengajak kepada yang lain. Jika perbuatan ketiga di atas ada di dalam diri seseorang maka itu adalah akar dari kemaksiatan yang akan menjadi besar ketika seseorang itu tidak mengetahuinya.

AKIBAT MAKSIAT
Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah memberitahukan kepada kita, bahwa perbuatan dosa dan maksiat bisa membahayakan hati seseorang. Efek ini akan semakin parah jika pelaku kemaksiatan itu makin menjadi-jadi dalam kemaksiatan, serta enggan beristighfar dan bertaubat. Sebaliknya, efek negatif ini akan semakin menyusut seiring dengan berkurangnya maksiat, disertai dengan istghfar dan taubatan nashuha.

Di hari kiamat kelak, tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan dirinya sendiri dari dahsyatnya hari tersebut, kecuali orang yang menghadap Rabb-nya dengan hati yang bersih dari syubhat yang menyesatkan, dan syahwat yang mencelakakan. Sebagaimana firman Allah سبحانه وتعلى, artinya,

"Di hari harta dan anak-anak laki-laki tak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih." (Asy-syu’ra : 88-89).

Dan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم juga menggambarkan hati seseorang ketika melakukan kemaksiatan dan seseorang yang sering beristghfar, beliau bersabbda,


إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ ذَنْبًا نُكِتَتْ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُه


"Sesungguhanya seorang mukmin jika melakukan sebuah dosa, maka akan tertitik di hatinya noktah hitam. Maka jika ia tidak mengulanginya lagi dan beristighfar dan bertaubat, hatinya akan kembali putih bersih." (HR. Ahmad).

Begitulah gambaran orang-orang yang melakukan kemaksiatan, apabila seorang pelaku maksiat terus-menerus mengerjakan dosa, maka perbuatannya itu akan menutup hatinya sehigga ia tidak dapat menerima kebenaran kecuali dengan izin-Nya. Inilah yang dimaksud dengan ran (tutup) seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur’an, artinya,

"Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka." (QS. Al-Muthaffifin: 14).

Jadi orang-orang yang sering melakukan maksiat maka hatinya akan sulit menerima kebenaran, walaupun seluruh manusia dan jin dikumpulkan di permukaan bumi ini untuk memberikan ketenangan pada hatinya atau kebenaran maka mereka takkan sanggup. Karena hanya Allahlah yang dapat memberikan ketenangan hati kepada hamba-hamba-Nya.

Allah سبحانه وتعلى juga mengancam dengan neraka Jahannam-Nya bagi orang-orang yang tidak mempergunakan hatinya, matanya dan telinganya dengan baik. Seperti di dalam firman-Nya, artinya,

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan menusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah). Dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka itu lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." (QS. Al-A’raf: 179).

MAKSIAT BESELUBUNG TAKDIR
Pelaku maksiat ketika ditanyakan kepadanya, mengapa Anda terus-menerus melakukan kemaksiatan? Maka mereka pun berdalih, “Kalau memamang Allah telah menakdirkanku untuk berbuat maksiat sebelum aku diciptakan bahkan sebelum langit dan bumi diciptakan bagaimana mungkin aku menghindari sesuatu yang telah ditakdirkan-Nya terjadi padaku?" Maka apa jawaban kita kepada mereka yang berdalih seperti itu?

Dengan tegas kita katakan kepadanya bahwa Al Qur’an telah menjelaskan kebatilan dalih mereka. Juga telah mematahkan anggapan dan pemahaman keliru mereka, serta menerangkan bahwa semua itu tidak ada gunanya bagi mereka pada hari kiamat kelak. Masalah takdir adalah masalah rahasia yang tidak diketahui oleh siapa pun selain Allah. Masalah takdir baru akan diketahui oleh selain-Nya setelah takdir tersebut terjadi. Lalu dari mana seorang pelaku maksiat mengetahui kalau Allah telah menakdirkannya melakukan maksiat, sehingga ia dengan sesuka hati melakukan kemaksiatan?

Allah سبحانه وتعلى telah memuliakan manusia dengan memberikan mereka akal dan pemahaman. Dia juga telah menurunkan kitap suci dan mengutus para rasul untuk memberikan penjelasan kepada kaumnya agar mereka mudah memahami dengan benar antara yang haq dan yang batil. Tidak hanya sampai di situ, Allah سبحانه وتعلى juga menganugerahkan kepada hamba-Nya rasa iradah (kemauan) dan qudrah (kemampuan), di mana keduanya bisa ia pergunakan untuk menempuh salah satu jalan dari dua jalan yang ada.


Misalnya, ketika seseorang diperhadapkan dengan suatu masalah. Yaitu ketika seseorang ingin mengadakan suatu perjalanan ke suatu negeri, dan dia memiliki dua alternatif jalan yang bisa dilewatinya. Yang pertama, jalan yang sangat mudah lagi aman. Sedangkan jalan yang kedua, jalan yang sulit dan penuh bahaya, maka secara akal sehat pasti orang itu lebih memilih jalan yang pertama dan tidak memilih melewati jalan yang kedua. Bukankah seandainya jika dia memilih jalan yang kedua dan berdalih bahwa yang demikian sudah ditakdirkan oleh Allah terjadi padanya, tentulah orang-orang akan mengatakan kepadanya sebagai orang yang tidak memiliki “akal sehat”? Mengapa? Karena ia sudah tahu masalah tersebut sebelum ia mengerjakanya. Jadi ketika suatu kemaksiatan yang sudah diketahui dampak keburukannya bagi seseorang, mengapa masih dikerjakan?


Sebenarnya persoalan ini sudah jelas titik terangnya. Namun hawa nafsu pelaku maksiat itulah yang membutakan dan menulikan jiwanya. Dan dalih yang dipakai oleh si pelaku maksiat untuk membenarkan maksiatnya kepada Allah itu tidak bisa dibenarkan, karena ia melakukan kemaksiatan itu dengan sengaja. Ia sebenarnya tidak tahu apakah hal tersebut telah ditakdirkan oleh Allah terjadi pada dirinya. Sebab memang tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui hal itu kecuali Allah, atau hal itu benar-benar telah terjadi. Sebagai mana firman-Nya,


"Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok…" (QS. Luqman: 34).


Jika demikian halnya, maka bagaimana mungkin bisa dibenarkan seseorang yang berdalih dengan hal-hal yang tidak diketahuinya ketika ia telah melakukan maksiat, kemudian menginginkan dispensasi untuk maksiatnya tersebut?


TAUBAT SEBELUM AJAL

Iblis telah dilaknat dan diturunkan dari tempat kediamannya yang penuh kemulian hanya karena dia tidak mengerjakan satu sujud yang diperintahkan kepadanya. Nabi Adam Alaihissalam telah dikeluarkan dari surga hanya disebabkan oleh sesuap makanan. Maka janganlah seseorang merasa aman bila kelak Allah memasukkan dirinya ke dalam neraka hanya karena satu maksiat yang telah kita lakukannya. Sebagaimana firman-Nya, artinya,


"Dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu." (QS. Asy-Syams: 15).


Kehidupan seseorang memang tergantung kepada amalan akhirnya yang diperbuatnya. Siapa saja yang shalat kemudian berhadats sesaat sebelum salam, maka shalatnya secara keseluruhan manjadi batal. Begitu juga orang yang di akhir kehidupannya dia melakukan dosa sesaat sebelum matinya, maka dia akan bertemu dengan Allah dengan keseluruhan usianya yang tidak mendatangkan manfaat baginya. Maka adakah orang yang mengetahui akhir kehidupannya? Jika memang tidak ada, maka apalagi yang kita tunggu? Marilah kita segera bertaubat dengan taubat yang sungguh-sungguh kepada-Nya.Abdul Rasyid Yusuf .
sumber : (Al Fikrah)

Minggu, 31 Oktober 2010

DASAR-DASAR MEMAHAMI TAHUID



Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu......

Bahwasanya tauhid merupakan hal yang sangat penting, para Rasul diutus untuk mendakwahkan tauhid. Bahkan Allah mengharamkan masuk surga orang yang mati dalam keadaan sebagai musyrik.

Allah berfirman [artinya]: "Sesungguhnya orang yang mempersekutukan [sesuatu dengan] Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun". (Al-Maidah:72)

Oleh karena itu perlu memahami dan mengamalkan tauhid dengan benar, pada kesempatan ini akan dibahas beberapa hal yang sangat penting, sebagai dasar agar bisa memahami tauhid dengan benar.



I. MUSYRIKIN YANG DIPERANGI OLEH RASULULLAH, MEYAKINI TAUHID RUBUBIYAH

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu......

Bahwasanya orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, mereka meyakini bahwa Allah sebagai Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi manfaat, Yang memberi madzarat, Yang mengatur segala urusan (tauhid rububiyah). Tetapi semuanya itu tidak menyebabkan mereka sebagai muslim.

Alllah mengisahkan keadaan mereka: "Katakanlah: Siapa yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapa yang kuasa [menciptakan] pendengaran dan penglihatan, dan siapa yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapa yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab:Allah. Maka katakanlah:Mengapa kamu tidak bertakwa [kepada-Nya]." (Yunus:31)

Allah juga berfirman [artinya]: "Katakanlah:Kepunyaan siapa bumi ini dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui? Mereka menjawab: Kepunyaan Allah. Katakanlah: Mengapa kamu tidak ingat? Katakanlah:Siapa yang mempunyai langit yang 7 dan yang mempunyai Arsy yang besar? Mereka menjawab: Kepunyaan Allah. Katakanlah:Mengapa kamu tidak bertakwa? Katakanlah:Siapa yang ditangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari [adzab] Nya, jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab:Kepunyaan Allah. Katakanlah: [Kalau demikian], maka dari jalan mana kamu ditipu?" (Al-Muminun:84-89)



II. MAKSUD MEREKA (MUSYRIKIN) AGAR DEKAT KEPADA ALLAH DAN MENDAPATKAN SYAFAAT

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu......

Bahwasanya mereka (musyrikin) berdoa kepada Nabi dan orang-orang shaleh yang telah mati, agar mereka dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat-dekatnya dan mendapatkan syafaat.

Mereka (musyrikin) berkata: "Kami tidak berdoa kepada mereka (Nabi, orang-orang shalih dll) kecuali agar bisa mendekatkan kepada Allah dan mereka nantinya akan memberi syafaat. Maksud kami kepada Allah, bukan kepada mereka.

Dalil tentang mendekatkan diri yaitu firman Allah [artinya]: "Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah [berkata]: "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya" (Az-Zumar: 3)

Adapun dalil tentang syafaat yaitu firman Allah [artinya]:"Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah".(Yuunus: 18)



III. SYIRIK BUKAN HANYA MENYEMBAH BERHALA SAJA

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu......

Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam menerangkan kapada manusia tentang macam-macam sistem peribadatan yang dilakukan oleh musyrikin. Diantara mereka ada yang menyembah Nabi, orang-orang shaleh, para wali, para malaikat, pepohonan, bebatuan, matahari dan bulan.

Mereka semua diperangi oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dalilnya adalah firman Allah [artinya]:"Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah [kemusyrikan], dan dien ini menjadi milik Allah semuanya." (Al-Baqarah:193)



IV. MUSYRIKIN ZAMAN SEKARANG LEBIH PARAH KESYIRIKANNYA DARI PADA MUSYRIKIN DAHULU

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu......

Sesungguhnya kaum musyrik zaman kita labih parah kesyirikannya dibanding musyrikin zaman dahulu, sebab musyrikin zaman dahulu, mereka berdoa secara ikhlas kepada Allah ketika mereka ditimpa bahaya, akan tetapi mereka berbuat syirik ketika mereka dalam keadaan senang.

Sedangkan orang-orang musyrik zaman sekarang, mereka terus menerus melakukan perbuatan syirik, baik dalam bahaya maupun ketika sedang senang.

Hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam Al-Quran [artinya]: "Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka [kembali] mempersekutukan [Allah]." (Al-Ankabut: 65)

Semoga Allah menjadikan kita sebagai muwahid dan menjauhkan kita dari kesyirikan.


Sabtu, 09 Oktober 2010

PRINSIP PRINSIP AQIDAH AHLU AS-SUNNAH WAL JAMA’AH

أصول عقيدة أهل السنة والجماعة

OLEH
DR. SHALEH FAUZAN
PENERJEMAH, ABU AASIA
EDITOr, MUH YUSUF HARUN MA., MUH. MU’INUDINILLAH, ABU MIQDAD


Sekapur sirih dari

Penerjemah

Segala puji hanya milik Allah yang telah menunjuki kita semua jalan-Nya yang lurus, dan semoga shalawat serta salam senantiasa Allah limpahkan kepada junjungan kita penutup kenabian dan kerasulan Muhammad bin Abdillah r beserta keluarga, shahabat, dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Bersamaan dengan bangkitnya dunia Islam dan kembalinya manusia kepada jalan penguasa alam semesta ini. Umat Islam dan kaum muslimin dituntut untuk memahami ajaran yang diyakininya dengan pemahaman yang benar sesuai yang telah difahami dan dicontohkan oleh As-salafus shalih ( para pendahulu umat ini yang shalih ) agar dia tidak terperosok ke dalam manhaj dan ajaran yang sesat dan menyesatkan.

Dalam pada itu pemahaman ajaran dan manhaj Ahluussunnah wal jama’ah harus mendasari keyakinan setiap muslim sebab dengan ajaran dan manhaj inilah seorang muslim insya Allah akan terjamin dari adzab neraka di akherat kelak.

Dan syekh doctor Sholeh bin Fauzan bin Abdillah Al Fauzan salah seorang di antara anggota dewan majlis ‘Ulama-ulama besar di Saudi Arabia dengan buku ini beliau sedikit banyak akan menjelaskan sekelumit tentang hal-hal yang telah saya kemukakan di atas.

Akhirnya kita berdo’a kepada Allah semoga kita dikaruniai cahayaNya untuk mengarungi sisa hidup ini dengan ajaran dan hidayah-Nya dan kita diselamatkan dari segala adzab dan murka-Nya baik di dunia maupun di akherat.

Penerjemah

ABU AASIA



PENDAHULUAN

Segala puji bagi Robb semesta alam yang telah menunjuki kita semua kepada cahaya Islam dan sekali-kali kita tak akan mendapat petunjuk jika Allah tidak memberi kita petunjuk, kita mohon kepada-Nya agar kita senantiasa di tetapkan di atas hidayah-Nya sampai akhir hayat sebagaimana difirmankan Allah Y :

]يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ [ (102) سورة آل عمران

“hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan Islam ( surat Ali Imran : 102)

begitu pula kita memohon agar hati kita tidak di condongkan kepada kesesatan setelah kita mendapat petunjuk, Allah berfirman :

]رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ[ سورة آل عمران

“ Ya Allah, janganlah Engkau palingkan hati-hati kami setelah Engkau memberi kami hidayah, dan berilah kepada kami dari sisi-Mu kerahmatan sesungguhnya Engkau Maha Pemberi” ( surat Ali Imran : 8)

Dan semoga shalawat serta salam senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi kita, suri tauladan dan kekasih kita, Rasulullah r, yang telah diutus sebagai rahmat bagi alam semesta. Dan semoga ridha-Nya selalu dilimpahkan kepada para shahabatnya yang shaleh dan suci, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, serta kepada para pengikutnya yang setia selama ada waktu malam dan siang.

Wa ba’du : Inilah kalimat ringkas tentang penjelasan ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang pada kenyataan hidup masa kini diperselisihkan oleh umat Islam sehingga mereka berpecah belah. Hal itu terbukti dengan tumbuhnya berbagai kelompok (dakwah) kentemporer dan jamaah-jamaah yang berbeda-beda. Masing masing menyeru manusia (umat Islam) kepada golongannya; mengklaim bahwa diri dan golongan merekalah yang paling baik dan benar, sampai-sampai seorang muslim yang masih awam menjadi bingung, kepada siapakah dia belajar Islam dan kepada jemaah mana dia harus ikut bergabung. Bahkan seorang kafirpun yang ingin masuk kedalam Islam ikut ikutan bingung. Islam apakah yang benar yang harus didengar dan dibacanya; yakni ajaran Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah yang telah diterapkan dan tergambar dalam kehidupan para sahabat Rasulullah yang mulia dan telah menjadi pedoman hidup sejak berabad-abad yang lalu, namun justru ia hanya bisa melihat Islam sebagai sebuah nama besar tanpa arti bagi dirinya.

Begitulah yang pernah dikatakan oleh seorang orientalis tentang Islam: “ Islam itu tertutup oleh kaumnya sendiri”, yakni orang-orang yang mengaku-ngaku muslim tetapi tidak konsisten (menetapi) dengan ajaran Islam yang sebenarnya.

Kami tidak mengatakan bahwa Islam telah hilang seluruhnya, dikarenakan telah menjamin kelanggengan Islam ini dengan keabadian kitabNya, sebagaimana Dia telah berfirman :

]إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ[(9) سورة الحجر

“ sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan Al Qur’an, sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.

Maka, pastilah akan senantiasa ada segolongan kaum muslimin yang akan tetap teguh (konsisten) memegang ajarannya dan memelihara serta membelanya sebagaimana difirmankan Allah Y :

}يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآئِمٍ { (54) سورة المائدة

“ Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya (dari Islam), maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela”.

Dan firman Allah :

]هَاأَنتُمْ هَؤُلَاء تُدْعَوْنَ لِتُنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنكُم مَّن يَبْخَلُ وَمَن يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَن نَّفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنتُمُ الْفُقَرَاء وَإِن تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لا يَكُونُوا أَمْثَالَكُم[ (38) سورة محمد

“ Ingatlah kamu ini, orang- orang yang di ajak untuk menafkahkan ( hartamu ) di jalan Allah, maka di antara kamu ada yang bakhil, barang siapa bakhil berarti dia bakhil pada dirinya sendiri, Allah Maha Kaya dan kamu orang-orang yang membutuhkannya, dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan menggantikan ( kamu ) dengan kaum selain kamu dan mereka tidak akan seperti kamu ( ini )”. ( QS. Muhammad : 38)

golongan atau jamaah yang dimaksud adalah yang disabdakan oleh Rasulullah r dalam haditsnya :

" لا تزال طائفة من أمتي على الحق ظاهرين لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى يأتي أمر الله تبارك وتعالى وهم على ذلك "

“ akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tetap membela al- haq, mereka senantiasa unggul, yang menghina dan menentang mereka tidak akan mampu membahayakan mereka hingga datang keputusan Allah Y, sedang mereka tetap dalam keadaan yang demikian” Dikeluarkan oleh Imam Al Bukhari 4/ 3641, 7460, dan Imam Muslim 5/ juz : 13, hal: 65-67, pada syarah Imam Nawawi.

Bertolak dari sinilah kita dan siapa saja yang ingin mengenal Islam yang benar beserta pemeluknya yang setia harus mengenal golongan yang diberkahi ini dan mewakili Islam yang benar. Semoga Allah menjadikan kita termasuk dalam golongan ini agar kita bisa mengenal contoh dari mereka, dan agar supaya orang kafir yang ingin masuk Islam itupun dapat mengetahui untuk kemudian bisa bergabung.
AL-FIRQOTUN NAJIYAH

ADALAH

AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH

Pada masa kepemimpinan Rasulullah r kaum muslimin itu adalah umat yang satu, sebagaimana yang difirmankan Allah :

]إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ [ (92) سورة الأنبياء

“ seungguhnya kalian ini adalah umat yang yang satu, dan Aku (Allah) adalah Robb kalian, maka beribadahlah kepada-Ku”.( QS. Al Anbiyaa: 92)

Maka kemudian sudah beberapa kali kaum yahudi dan munafiqun berusaha memecah belah kaum muslimin pada zaman Rasulullah r, namun mereka belum pernah berhasil. orang munafiqun berkata seperti yang dikisahkan oleh Allah Y:

]لا تُنفِقُوا عَلَى مَنْ عِندَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّى يَنفَضُّوا[ (7) سورة المنافقون

“ Janganlah kamu berinfaq kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah, supaya mereka bubar”.

Yang kemudian dibantah langsung oleh Allah Y( pada lanjutan ayat yang sama ):

] وَلِلَّهِ خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَفْقَهُونَ[(7)سورة المنافقون

“ pada hal milik Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, akan tetapi orang-orang munafiq itu tidak mengetahui.( QS.munafiqun : 7)

demikian pula, kaum yahudipun berusaha memecah belah dan memurtadkan mereka dari agama mereka :

]وَقَالَت طَّآئِفَةٌ مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آمِنُواْ بِالَّذِيَ أُنزِلَ عَلَى الَّذِينَ آمَنُواْ وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُواْ آخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ[ (72) سورة آل عمران

“ Segolongan (lain) dari Ahli Kitab telah berkata (kepada sesamanya) : “ (pura-pura) berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang yang beriman ( para shahabat Rasul ) pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya, mudah-mudahan ( dengan cara demikian ) mereka ( kaum muslimin ) kembali kepada kekafiran”.( QS, Ali Imran : 72)

walaupun demikian, makar yang seperti itu tidak pernah berhasil kerena Allah menelanjangi dan menghinakan usaha mereka.

Kemudian mereka berusaha untuk kedua kalinya, mereka berusaha kembali memecah belah kesatuan kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar) dengan mengipas-ipas kaum Anshar tentang permusuhan di antara mereka sebelum datangnya Islam dan perang syair di antara mereka. Allah membongkar makar mereka dalam firmanNya :

]يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوَاْ إِن تُطِيعُواْ فَرِيقًا مِّنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ يَرُدُّوكُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ [(100) سورة آل عمران

“ Hai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti segolongan orang-orang yang diberi Al Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir sesudah kalian beriman”. (QS. Ali Imran : 100)

sampai pada firman Allah Y :

] يومَ تبيضُّ وجوهٌ وتسودُّ وجوهٌ [

“ Pada hari yang di waktu ada wajah-wajah berseri-seri, dan muram…”. (QS. Ali Imran : 106)

Maka kemudian Nabi r mendatangi kaum Anshar menasihati dan mengingatkan mereka akan nikmat Islam, dan bersatunya mereka melalui Islam , sehingga pada akhirnya mereka saling bersalaman dan berpulukan kembali setelah hampir hampir terjadi perpecahan, dengan demikian gagallah pula makar yahudi, dan tetaplah kaum muslimin berada dalam persatuan .

Allah memang memerintahkan mereka untuk bersatu di atas Al Haq dan melarang perselisihan dan perpecahan, sebagaimana firmanNya:

]وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ[(105) سورة آل عمران

“ Dan jamganlah kamu menyerupai orang-orang yang berpecah belah dan berselisih sesudah datangnya keterangan yang jelas”( QS. Ali Imran : 105)

Dan firmanNya pula :

]وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ [ (103) سورة آل عمران

“ Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali ( agama ) Allah , dan janganlah kamu berpecah-pecah” ( QS. Ali Imaran : 103)

Dan sesungguhnya Allah telah menyariatkan persatuan kepada mereka dalam melaksanakan berbagai macam ibadah; seperti shalat , dan shiyam, menunaikan haji dan dalam mencari ilmu, Nabi Muhammad r telah memerintahkan kaum muslimin ini agar bersatu dan melarang mereka dari perpecahan dan perselisian. Bahkan beliau telah memberikan suatu berita yang berisi anjuran untuk bersatu dan larangan untuk berselisih, yakni berita tentang akan terjadinya perpecahan pada umat ini sebagaimana hal tersebut telah terjadi pada umat-umat sebelumnya, sabda Beliau r :

" فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافا كثيرا فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي "

“ Sesungguhnya barang siapa yang masih hidup di antara kalian dia akan melihat perselisihan yang banyak , maka berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk setelah Aku” Dikeluaekan oleh Abu Dawud: 5/4607 dan tirmidzi : 5/2676 dan dia berkata hadits ini hasan shaheh, juga oleh Imam Ahmad : 4/ 126-127, dan Ibnu Majah : 1/ 43.

Dan sabdanya pula :

"افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة وافترقت النصارى على اثنين وسبعين فرقة وستفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة. قلنا : من هي يا رسول الله ؟ قال من كان على مثل أنا عليه اليوم وأصحابي.

“Telah berpecah kaum yahudi menjadi tujuh puluh satu galongan , dan telah berpecah kaum nashrani menjadi tujuh puluh dua galongan , sedang umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan , semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Maka kamipun bertanya: siapakah yang satu ini ya Rasulullah ? beliau menjawab : yaitu barang siapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para shahabatku jalani ini” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi : 5/ 2641, dan Al Hakim dalam mustadraknya : 1/ 128-129, dan Imam Al Ajuri dalam Asy Syari’ah : 16, dan Imam Al Lalikaai dalam syarah ushul I’tiqaaq Ahlis sunnah Wal jamaah: 1/ 145-147.

Sesungguhnya telah nyata apa-apa yang telah diberitakan Rasulullah r maka berpecahlah umat ini pada akhir generasi sahabat walaupun perpecahan tersebut tidak berdampak besar pada kondisi umat semasa generasi yang dipuji oleh Rasulullah dalam sabdanya :

" خيركم قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم "

“ Sebaik baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi yang dating sesudahnya, kemudian yang datang sesudahnya” ( HR. Bukhari:3/3650. dan Muslim : 6/ 86)

Perawi hadits ini berkata: “ saya tidak tahu apakah Rasulullah r menyebut setelah generasinya dua atau tiga generasi”.

Yang demikian tersebut bisa terjadi karena masih banyaknya ulama dari kalangan muhadditsin, mefassirin, dan fuqaha. Mereka termasuk sebagai ulama tabiin dan pengikut para tabiin serta para imam yang empat dan murid-murid mereka. Juga disebabkan masih kuatnya daulah-daulah Islamiyyah pada abad-abad tersebut sehingga firqah-firqah menyimpang yang mulai ada pada waktu itu mengalami pukulan yang melumpuhkan baik dari segi hujjah maupun kekuatannya.

Setelah berlalunya abad-abad yang dipuji ini bercampurlah kaum muslimin dengan pemeluk beberapa agama-agama yang bertentangan . diterjemahkan kitab ilmu ajaran kuffar dan para raja Islampun mengambil beberapa kaki tangan pemeluk ajaran kafir untuk dijadikan menteri dan penasihat kerajaan, maka semakin dasyatlah perselisihan dikalangan umat dan percampurlah berbagai ragam golongan dan ajaran. Begitulah madzhab-madzhab yang bathilpun ikit bergabung dalam rangka merusak persatuan umat. Hal itu terus berlangsung hingga zaman kita sekarang dan sampai masa yang dikehendaki Allah. Karena Al Firqatun Najaih Ahlus Sunnah Wal Jamaah masih tetap berpegang teguh dengan ajaran Islam yang benar dan berjalan di atasnya, dan menyeru kepadanya, bahkan akan tetap berada dalam keadaan demikian sebagaimana diberitakan dalam hadits Rasulullah tentang keabadiannya, keberlangsungannya dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah demi langgengnya hujjah atas para penentangnnya.

Sesungguhnya kelompok kecil yang diberkahi ini berada di atas apa-apa yang pernah ada semasa para sahabat y, bersama Rasulullah r baik dalam perkataan, perbuatan, maupun keyakinannya seperti yang disabdakan oleh beliau:

" هم من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي "

“ Mereka yaitu barang siapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabat jalani hari ini”

sesungguhnya mereka itu adalah sisa-sisa yang baik dari orang-orang yang tentang meraka Allah telah firmankan :

]فَلَوْلاَ كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِن قَبْلِكُمْ أُوْلُواْ بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الأَرْضِ إِلاَّ قَلِيلاً مِّمَّنْ أَنجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُواْ مَا أُتْرِفُواْ فِيهِ وَكَانُواْ مُجْرِمِينَ[ (116) سورة هود

“ Maka mengapakah tidak ada umat-umat sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan (keshalehan) yang melarang dari berbuat kerusakan di muka bumi kecuali sebagian kecil di antara orang-orang yang telah kami selamatkan di antara mereka, dan orang –orang yang dzalim hanya mementingkan kemewahan yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa” ( QS. Huud : 116).


NAMA-NAMA AL-FIRQATUN NAJIYAH

DAN ARTINYA

Setelah kita mengetahui bahwa kelompok ini adalah golongan yang selamat dari kesesatan, maka tibalah giliran kita untuk mengetahui pula nama-nama beserta ciri-cirinya agar kita dapat mengikutinya. Sebenarnya kelompok ini memiliki nama-nama agung yang membedakannya dari kelompok-kelompok lain. Dan di antara nama-namanya adalah : Al-firqatun Najiyah ( golongan yang selamat ) ; Ath thooifatul Manshuroh (golongan yang di tolong ) dan Ahlus Sunnah Wal Jamaah, yang artinya adalah sebagai berikut :
Bahwasanya kelompok ini adalah kolompak yang selamat dari api neraka, sebagaimana yang telah dikecualikan oleh Rasulullah r ketika menyebutkan kelompok-kelompok yang ada pada umatnya dengan sadbanya : “ seluruhnya di neraka kecuali satu; yakni yang tidak masuk ke dalam neraka”
Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang tetap berpegang teguh kepada AlQur’an dan As Sunnah dan apa-apa yang dipegang oleh assabiqunal awwalun (para pendahulu yang pertama) baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, sebagaiman disabdakan Rasulullah r. “ Mereka itu adalah orang-orang yang berjalan di atas apa yang aku dan sahabatku lakukan hari ini”.
bahwasanya pemeluk kelompok ini adalah mereka yang menganut paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Mereka itu bisa dibedakan dari kelompok lainnya pada dua hal penting: pertama, berpegang teguhnya mereka terhadap As-sunnah sehingga mereka disebut sebagai pemeluk sunnah (Ahlus sunnah). Berbeda dengan kelompok-kelompok lain karena mereka berpegang teguh dengan pendapat-pendapatnya, hawa nafsunya, dan perkataan para pemimpinnya. Oleh karena itu, kelompok-kelompok tersebut tidak dinisbahkan kepada Sunnah, akan tetapi dinisbahkan kepada bi’dah-bid’ah dan kesesatan-kesesatan yang ada pada kelompok itu sendiri, seperti Al Qadariyah dan Al Murji’ah, atau dinisbatkan kepada para imamnya seperti Al Jahmiah, atau dinisbatkan kepada pekerjaan-pekerjaannya yang kotor seperti Ar Rafidhah dan Al Khawarij.
Adapun perbedaan yang kedua adalah bahwasanya mereka itu Ahlul Jamaah karena kesepakatan mereka untuk berpegang teguh dengan Al Haq dan jauhnya mereka dari perpecahan. Berbeda dengan kelompok-kelompok lain, mereka tidak bersepakat untuk berpegang teguh dengan Al Haq akan tetapi mereka itu hanya mengikuti hawa nafsu mereka, maka tidak ada kebenaran pada mereka yang mampu menyatukan mereka.
Bahwasanya kelompok ini adalah golongan yang ditolong Allah sampai hari kiamat, karena gigihnya mereka dalam menolong agama Allah, maka Allah menolong mereka seperti difirmankan Allah :

إنْ تَنْصُرُوا اللهَ ينصرْكُم
“ Jika kamu menolong Allah niscaya Allah akan menolong kalian” ( QS. Muhammad : 7)

Oleh karena itu pula Nabi Muhammad r telah bersabda :
" لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى يأتي أمر الله تبارك وتعالى وهم على ذلك"
“ Tidaklah yang menghina dan menentang mereka itu akan mampu memadharatkan (membahayakan) mereka sampai datang keputusan Allah tabaaraka wata’ala sedang mereka itu tetap dalam keadaan demikian”

PRINSIP-PRINSIP

AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH

Sesungguhnya Ahlus Sunnah Wal Jamaah berjalan di atas prinsip-prinsip yang jelas dan kokoh baik dalam I’tiqad, amal maupun perilakunya, seluruh prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dan apa - apa yang dipegang teguh oleh para pendahulu ummat dari kalangan sahabat, tabi’in dan pengikut mereka yang setia.

Prinsip-prinsip tersebut teringkas dalam butir-butir berikut :

Prinsip pertama : beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul- rasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir baik dan buruknya.
Iman kepada Allah:
Beriman kepada Allah artinya berikrar dengan macam macamnya tauhid yang tiga serta beri’tiqad dan beramal dengannya, yaitu tauhid Rububiyah, tauhid Uluhiyah, dan tauhid Asma’ dan sifat.
Adapun tauhid Rububiyah adalah mentauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan; dan bahwasanya Dia itu adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.
Tauhid Uluhiyah artinya mengesakan Allah melalui segala pekerjaan hamba yang dengan itu mereka dapat mendekatkan diri kepada Allah, apabila memang hal itu disyariatkan oleh-Nya seperti berdo’a, takut, berharap, cinta, penyembelihan, nadzar, istianah( minta pertolongan, istighatsah ( minta bantuan), minta perlindungan, shalat, puasa, haji, berinfaq di jalan Allah dan segala apa saja yang disyariatkan dan diperintahkan Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun baik seorang malaikat, nabi, wali, maupun yang lainnya.

Sedangkan makna tauhid Al Asma’ Wash- shifat adalah menetapkan apa-apa yang Allah dan RasulNya telah tetapkan atas Dirinya baik itu berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah dan mensucikannya dari segala ‘aib dan kekurangan sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Alloh dan Rasul-Nya. Semua ini kita yakini tanpa melakukan tamtsil (perumpamaan), tanpa tasybih (penyerupaan), dan tahrif (penyelewengan ), ta’thil ( penafian), dan tanpa takwil; seperti difirmankan Allah Y :

]ليس كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ[(11) سورة الشورى

“ tak ada sesuatu apapun yang menyerupaiNya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha mengetahui” ( QS. Asy- Syura : 11)

]وَلِلّهِ الأَسْمَاء الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا [ (180) سورة الأعراف

“ Dan Allah mempunyai nama-nama yang baik, maka berdo’alah kamu dengannya” ( QS. Al- A’raf : 180)


Iman kepada para Malaikat-Nya:

Yakni membenarkan adanya para malaikat, dan bahwasanya mereka itu adalah makhluk dari sekian banyak makhluk Allah, diciptakan dari cahaya. Allah menciptakan malaikat dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya di dunia ini, sebagai mana difirmankan Alloh :

]بَلْ عِبَادٌ مُّكْرَمُونَ(26) لا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُم بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ[ سورة الأنبياء

“ … Bahkan malaikat-malaikat itu adalah makhluk yang dimuliakan, mereka tidak mendahuli-Nya dalam perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya”( QS. Al-Anbiyaa: 26-27)

] جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلا أُولِي أَجْنِحَةٍ مَّثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاء[ (1) سورة فاطر

“ Allahlah yang menjadikan para malaikat sebagai utusan yang memiliki sayap dua, tiga dan empat, Allah menambah para makhluk-Nya apa-apa yang Dia kehendaki” ( QS. Fatiir : 1)



Iman kepada Kitab- kitab-Nya:


Yakni membenarkan adanya Kitab-kitab Allah beserta segala kandungannya baik yang berupa hidayah (petunjuk) dan cahaya serta mengimani bahwasanya yang menurunkan Kitab-kitab itu adalah Allah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Dan bahwasanya yang paling agung di antara sekian banyak kitab-kitab itu adalah tiga kitab yaitu; Taurat, Injil, dan Al-Qur’an, dan di antara kitab agung di atas yang teragung lagi adalah Al-Qur’an yang merupakan mukjizat yang agung. Allah berfirman :

]قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَى أَن يَأْتُواْ بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ لاَ يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا [ (88) سورة الإسراء

“ Katakanlah ( hai Muhammad ) :” Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al- Qur’an niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya walaupun sesama mereka saling bahu-membahu” ( QS. AL –Isra: 88)

Dan Ahlus Sunnah Wal Jamaah mengimani bahwa Al Qur’an itu adalah kalam (firman) Allah, dan dia bukanlah makhluk baik huruf maupun artinya. Berbeda dengan pendapat golongan Jahmiah dan Mu’tazilah, mereka mengatakan bahwa Al-Qur,an adalah makhluk baik huruf maupun maknanya. Berbeda pula dengan pendapat Asy’ariyah dan yang menyerupai mereka, yang mengatakan bahwa kalam ( firman Allah ) hanyalah artinya saja, sedangkan huruf-hurufnya adalah makhluk. Menurut Ahlus Sunnah Wal Jamaah kedua pendapat tersrbut adalah bathil, berdasarkan firman Allah :

]وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللّه[ِ (6) سورة التوبة

“ Dan jika ada seorang dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu maka lindungilah ia, sehingga ia sempat mendengar kalam Allah ( Al- Qur’an ) ( At Taubah : 6)

] يريدون أن يبدلوا كلام الله [

“ Mereka itu ingin merubah kalam Allah” (QS. Al Fath : 15)

Disitu tegas dinyatakan bahwa Al Qur’an sebagai Kalam Allah, bukan kalam yang selainnya.




Iman kepada para Rasul:

yakni membenarkan semua rasul-rasul baik yang Allah sebutkan nama mereka maupun yang tidak, dari yang pertama sampai yang terakhir, dan penutup para nabi tersebut adalah nabi kita Muhammad r. Artinya pula, beriman kepada para rasul seluruhnya dan beriman kepada nabi kita secara terperinci, serta mengimani bahwasanya bahwa beliau adalah penutup para nabi dan para rasul dan tidak ada nabi sesudahnya. Maka barang siapa yang keimanannya kepada para rasul tidak demikian berarti dia telah kafir. Termasuk pula beriman kepada para rasul adalah tidak melalaikan dan tidak berlebih-lebihan terhadap hak mereka dan harus berbeda dengan kaum Yahudi dan Nasrani yang berlebih-lebihan terhadap para rasul mereka, sehingga mereka menjadikan dan memperlakukan para rasul itu seperti memperlakukannya terhadap tuhan (Allah), sebagaimana yang difirmankan Allah :

] وقالت اليهود عزير ابن الله وقالت النصارى المسيح ابن الله [

“ Dan orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair itu anak Allah, dan orang-orang Nashrani berkata: Isa Al Masih itu anak Allah” (QS. At Taubah : 30)

Sedang orang-orang sufi dan para Ahli filsafat telah bertindak sebaliknya. Mereka telah merendahkan dan menghinakan hak para rasul, dan lebih mengutamakan para pemimpin mereka, sedang kaum penyembah berhala dan atheis telah kafir kapada seluruh para Rasul tersebut. Orang yahudi telah kafir kepada Nabi Isa dan Muhammad r, sedang orang Nashrani telah kafir kepada nabi Muhammad r , dan orang- orang yang mengimani sebagian dan mengingkari sebagian (para rasul) maka dia telah mengingkari seluruh Rasul, Allah telah berfirman:

]إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَن يُفَرِّقُواْ بَيْنَ اللّهِ وَرُسُلِهِ وَيقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُواْ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً(150) أُوْلَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا[ سورة النساء

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-rasulNya dan bermaksud memperbedakan antara ( keimanan kepada) Allah dan RasuNya, dengan mengatakan : kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir kepada sebagian ( yang lain ) , serta bermaksud ( dengan perkataan itu ) mengambil jalan di antara yang demikian ( iman dan kafir ) merekalah orang-orang yang kafir sebenar benarnya, kami telah menyediakan untuk mereka siksa yang menghinakn” ( QSAn-NISA’ :150-151)

Dan juga Allah telah berfirman :

] لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ [

“ Kami tidak membeda bedakan satu diantara Rasul rasul Nya” ( QS. Al Baqarah : 285)





Iman kepada hari kiamat:

Yakni membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah kematian dari hal-hal yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya, baik tentang adzab dan nikmat qubur, hari kebangkitan dari qubur,, hari berkumpulnya manusia di padang mahsyar, hari perhitungan dan ditimbangkannya segala amal perbuatan, dan pemberian buku laporan amal dengan tangan kanan atau tangan kiri, tentang jembatan ( shirath ), serta surga atau neraka, di samping itu keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan shaleh, dan meninggalkan amalan sayyiaat ( jahat ) serta bertaubat dari padanya.

Dan sungguh telah mengingkari adanya hari akhir orang-orang musyrik dan kaum dahriyyun, sedang orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashrani tidak mengimani hal ini dengan keimanan yang benar sesuai dengan tuntunan, walau mereka beriman akan adanya hari akhir. Firman Allah :

}وَقَالُواْ لَن يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَن كَانَ هُوداً أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُواْ بُرْهَانَكُمْ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ{ (111) سورة البقرة

“ Dan mereka( Yahudi dan Nashrani ) berkata : sekali-kali tidaklah masuk surga kecuali orang-orang ( yang beragama ) Yahudi dan Nashrani, demikianlah angan-angan mereka….(QS. Al Baqarah : 111)

] وقالوا لن تمسنا النار إلا أياما معدودة [

“ Dan mereka berkata: kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka kecuali hanya dalam beberapa hari saja” ( QS.Al Baqarah : 80)






Imam kepada takdir:

Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam mahfudz; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, taat, maksiat, itu telah dikehendaki, ditentukan, dan diciptakan-Nya, dan bahwasanya Allah itu mencintai ketaatan dan membenci kamaksiatan.

Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak, dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang menghantar mereka pada ketaatan atau kemaksiatan, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat golongan jabariah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjan-pekerjaannya, tidak memiliki pilihan atau kemampuan, sebaliknya golongan qadariyah mengatakan bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptakan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.

Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat di atas dengan firmanNya :

] وما تشاءون إلا أن يشاء الله رب العالمين [

“ Dan Kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabiala Allah menghendakinya” ( QS. At Takwir : 29)

Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai bantahan bagi jabariyah yang ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan qadariyah. Dan beriman kepada takdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi berbagai cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji, bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah takut dan malas.











Prinsip kedua :

Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah : bahwasanya iman itu perkataan, perbutan, dan keyakinan yang bisa bertambah dengan ketaatan dan bisa berkurang dengan kemaksiatan,maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekedar ma’rifah (pengetahuan) dan meyakini tanpa ikrar dan amal sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak kebenaran. Allah berfirman :

]وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ[ (14) سورة النمل

“ dan mereka mengingkarinya karena kadzoliman dan kesombongan (mereka), padahal hati-hati mereka meyakini kebenarannya, maka lihatlah kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan” ( Al Annaml : 14).

] فإنهم لا يكذبونك ولكن الظالمين بآيات الله يجحدون [

“ … karena sebenarnya mereka bukan mendustakanmu, akan tetapi orang-orang yang dzalim itu menentang ayat-ayat Allah” (QS. Al Al’am : 33)

]وَعَادًا وَثَمُودَ وَقَد تَّبَيَّنَ لَكُم مِّن مَّسَاكِنِهِمْ وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ[ (38) سورة العنكبوت

“Dan kaum ‘Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu kehancuran tempat-tempat tinggal mereka. Dan syetan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka sehingga menghalangi mereka dari jalan Allah pada hal mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam” ( QS. Al Ankabut : 38)

bukan pula iman itu hanya satu keyakinan dalam hati atau perkataan dan keyakinan tanpa amal perbuatan, karena yang demikian adalah keimanan golongan murjiah, Allah sering kali menyebut amal perbuatan termasuk iman sebagaimana tersebut dalam firmanNya :

]إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ(2) أُوْلَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا [ (4) سورة الأنفال

“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah meraka yang apabila ia disebut nama Allah bergeter hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah bertambahlah imannya dan kepada Allah-lah mereka bertawakkal, ( yaitu ) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan apa-apa yang telah dikaruniakan kepada mereka, merekalah orang-orang mukmin yang sebenarnya( QS. Al Anfaal : 2-4)

] وما كان الله ليضيع إيمانكم [

“ Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian” ( QS. Al Baqarah : 143)

yaitu shalatmu dengan menghadap ke baitul Maqdis, maka shalat di sini dinamakan iman.


Prinsip ketiga :

Dan di antara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah bahwasanya mereka tidak mengkafirkan seseorang dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar selain kemusyrikan dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir, misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa tersebut) tidak dihukumi kafir akan tetapi di hukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila ia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika Ia berkehendak Ia akan mengampuninya dan jika Ia berkehendak Ia akan mengazdabnya, namun sipelaku tidak kekal di neraka, Allah telah berfirman :

] إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر مادون ذلك لمن يشاء[

“ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa yang di kehendakiNya ..(QS. An Nissa’ : 48)

Dan madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah dalam masalah ini di antara tengah-tengah khawarij yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar walau bukan termasuk syirik, dan murjiah yang mengatakan si pelaku dosa besar sebagai mukmin sempurna imannya, dan mereka mengatakan pula tidak berarti suatu dosa maksiat dengan adanya iman, sebagaimana tak berarti suatu perbuatan taat dengan adanya kekafiran.


Prinsip keempat :

Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah wajibnya taat kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat maksiat, apa bila mereka memerintahkan berbuat maksiat di kala itulah kita dilarang untuk mentaatinya namun tetap wajib taat dalam kebenaran lainnya, sebagaimana firman Allah Y :

] يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم [

“ Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatkan kepada Rasul serta para pemimpin di antara kalian ..” ( QS. An Nisaa :59)

Dan sabda Nabi r :

" أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن تأمّر عليكم عبد "

“ Dan aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah dan mendengar dan taat walaupun yang memimpin kalian seorang hamba”

Dan Ahlus Sunnah Wal Jamaah memandang bahwa maksiat kepada seorang amir yang muslim itu merupakan maksiat kepada Rasulullah r , sebagaimana sabdanya :

" من يطع الأمير فقد أطاعني ومن عصى الأمير فقد عصاني "

“ Barang siapa yang taat kepada amir ( yang muslim ) maka dia taat kepadaku dan barang siapa yang maksiat kepada amir maka dia maksiat kepadaku “( HR. Bukhari Muslim)

Demikian pula Ahlus Sunnah Wal Jamaah memandang bolehnya shalat dan berjihad di belakang para amir dan menasehati serta mendoakan mereka untuk kebaikan dan keistiqomahan.


Prinsip kelima:

Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah haramnya keluar untuk memberontak terhadap pimpinan kaum muslimin apabila melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur. Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah r tentang wajibnya taat kepada mereka dalam hal-hal yang bukan maksiat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas. Berlainan dengan Mu’tazilah yang mewajibkan keluar dari kepemimpinam para imam pemimpin yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur, dan mereka memandang amalan tersebut sebagai amar ma’ruf nahi mungkar. Sedang pada kenyataannya Mu’tazilah seperti ini merupakan kemungkaran yang besar karena menuntut adanya bahaya bahaya yang besar baik berupa kericuan, keributan, dan kerawanan dari pihak musuh.


Prinsip keenam :

Dan diantara prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasuly, sebagaimana hal ini telah digambarkan oleh Allah Y ketika mengkisahkan sahabat Muhajirin dan Anshar dan pujian-pujian terhadap mereka :

]وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ[(10) سورة الحشر

“ Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan : ya Allah, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman; ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang” ( QS. Al Hasyr : 10)

Dan sesuai sabda Rasulullah r :

" لا تسبوا أصحابي فوالذي نفسي بيده لو أنفق أحدكم مثل أحد ذهبا ما بلغ مد أحدهم ولا نصيفه"

“ Janganlah kamu sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi dzat yang jiwaku di tanganNya, kalau seandainya salah seorang di antar kalian menginfaqkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam kebaikan salah seorang di antara mereka tidak juga setengahnya”( HR. Bukhari: 3/ 3673,dan Muslim:6/92-93)

Berlainan dengan sikap dengan orang-orang ahlul bid’ah baik dari kalangan Rafidhah maupun khawarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para sahabat.

Ahlus Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah Rasulullah r adalah Abu Bakar, kemudian, Umar bin Khatab, ‘Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib RA. Barang siapa yang mencela salah satu khalifah di antara mereka, maka dia lebih sesat dari pada keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma’ atas kekhalifahan mereka dalan urutan seperti ini.


Prinsip ketujuh:

Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah mencintai ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasulullah r dalan sabdanya :

" أذكركم الله في أهل بيتي "

“ Sesungguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku “

Sedang yang termasuk ahli bait ( keluarga ) beliau adalah istri-istrinya sebagai ibu kaum mu’minin RA. Dan sungguh Allah telah berfirman tentang mereka setelah menegur mereka :

] يا نسآء النبي [

“ Wahai wanita-wanita Nabi …( QS. Al Ahzaab : 32)

kemudian mengarahkan nasihat-nasihat kepada mereka dan menjanjikan mereka dengan pahala yang besar, Allah berfirman :

] إنما يريد الله ليذهب عنكم الرجس أهل البيت ويطهركم تطهيرا [

“ Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya ( QS. Al Ahzaab: 33)

Pada pokoknya ahlul bait itu adalah saudara-saudara dekat Nabi r dan yang dimaksudkan di sini khususnya adalah yang shaleh di antara mereka. Sedang saudara-saudara dekat yang tidak shaleh, seperti pamannya, Abu Lahab, maka mereka tidak memiliki hak. Allah berfirman :

] تبت يدآ أبي لهب وتب [

“ Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan sungguh celaka dia” ( QS. Al Lahab : 1)

Mereka sekedar hubungan darah yang dekat dan bernisbat kepada Rasul r tanpa keshalehan dalam beragama ( Islam ) tidak ada manfaat dari Allah sedikitpun baginya, Rasul r bersabda :

" يا معشر قريش اشتروا أنفسكم لا أغني عنكم من الله شيئا, يا عباس عم رسول الله لا أغني عنك من الله شيئا, يا صفية عمة رسـول الله لا أغني عنك من الله شيئا, يا فاطمة بنت محمد سليني من مـالي ما شئت لا أغني عنك من الله شيئا"

“ Hai kaum quraisy, belilah diri-diri kamu, sebab aku tidak dapat memberi kamu manfaat di hadapan Allah sedikitpun, wahai Abbas paman Rasulullah , aku tidak dapat memberikan manfaat apapun di hadapan Allah. Wahai Shafiah bibi Rasulullah , aku tidak dapat memberi manfaat apapun di hadapan Allah, wahai Fathimah anak Muhammad, mintalah dari hartaku semaumu, aku tidak dapat memberikan manfaat apapun di hadapan Allah” (HR. Bukhari: 3/ 2753, dan Muslim : 3/80-81)

Dan saudara-saudara Rasulullah r yang shaleh tersebut mempunyai hak atas kita berupa penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh berlebih-lebihan dengan mendekatkan diri dengan suatu ibadah kepada mereka. Adapun keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau madlarat selain dari Allah adalah bathil, sebab Allah telah berfirman :

] قل إني لا أملك لكم ضرا ولا رشدا [

“ Katakanlah( hai Muhammad) bahwasanya aku tidak kuasa mendatangkan kemadharatan dan manfaat bagi kalian: (QS, Al Jin : 21)

] قل لا أملك لنفسي نفعا ولا ضرا إلا ما شاء الله , ولو كنت أعلم الغيب لاستكثرت من الخير وما مسني السوء [

“ Katakanlah ( hai Muhammad ) : Aku tidak memiliki manfaat atau madlarat atas diriku kecuali apa-apa yang dikehendaki oleh Allah , kalaulah aku mengetahui yang ghaib sungguh aku akan perbanyak berbuat baik dan aku tidak akan ditimpa kemadlaratan ( QS. Al A’raf : 188)

Apabila Rasulullah r saja demikian , maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi apa yang diyakini sebagian manusia terhadap kerabat Rasulullah r adalah suatu keyakinan yang bathil.


Prinsip kedelapan :

Dan di antara prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan adanya karomah para wali, yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian mereka berupa hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah.

Sedang golongan yang mengingkari adanya karomah-karomah tersebut di antaranya mu’tazilah dan Jahmiah, yang pada hakekatnya mereka mengingkari sesuatu yang diketahuinya. Akan tetapi kita harus mengetahui bahwa ada sebagian manusia pada zaman kita sekarang yang tersesat dalam masalah karomah, bahkan berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasuk karomah, baik berupa jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syetan-syetan dan para pendusta. Perbedaan karomah dan kejadian yang luar biasa lainnya itu jelas. Karomah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para hamba-Nya yang shaleh, sedang sihir adalah keluarbiasaan yang biasa diperlihatkan para tukang sihir dari orang-orang kafir dan atheis dengan maksud untuk menyesatkan manusia dan mengaruk harta-harta mereka. Karomah bersumber pada kataatan, sedang sihir bersumber pada kekafiran dan kemaksiatan.


Prinsip kesembilan :

Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah r baik secara lahir maupun batin dan mengikuti apa-apa yang di jalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti Al-Khulafaurrasyidin sebagaimana wasiat Rasulullah r dalam sabdanya:

" عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين "

“ Berpegang teguhlah kamu kepada sunnahku, dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk”

Dan Ahlus Sunnah Wal Jamaah tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda Rasulullah r. Oleh karena itu mereka di namakan Ahlul Kitab was Sunnah. Setelah mengambil dasar Al Qur’an dan As Sunnah mereka mengambil apa-apa yang telah disepakati ‘ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar ketiga yang selalu dijadikan sandaran setelah dua dasar yang pertama; yakni Al Qur’an dan As Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al Kitab dan As Sunnah. Allah telah berfirman :

] فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا [

“ Maka jika kalian berselisih tentang sesuatu , maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman pada Allah dan hari akhir, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya” ( An Nisa’: 59)

Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kema’suman seseorang selain Rasulullah r dan mereka tidak berta’assub ( fanatik) pada suatu pendapat sampai pendapat tersebut bersesuaian dengan Al Kitab dan As Sunnah. Mereka meyakini bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam ijtihadnya. Mereka tidak boleh berijtihad sembarangan kecuali mereka yang telah memenuhi persyaratan tertentu menurut ahlul ‘ilmi.

Perbedaan perbedaan di antara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh mengharuskan adanya permusuhan dan saling memutuskan hubungan di antara mereka, sebagaimana yang di lakukan oleh orang-orang yang taassub ( fanatik ) dan ahli bid’ah. Sungguh mereka tetap mentolerer perbedaan yang layak (wajar), bahkan mereka tetap saling mencinta, berwali (berloyalitas ) satu sama yang lain; sebagian mereka tetap shalat di belakang yang lain betapun ada perbedaan masalah far’I (cabang) di antara mereka. Sedang ahli bid’ah memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi sesat kepada setiap orang, yang menyimpang dari golongan mereka.


PENUTUP

Kemudian dengan adanya prinsip-prinsip yang telah dikemukakan di muka, mereka senantiasa berakhlak mulia sebagai pelengkap aqidah yang diyakini.

Di antara sifat-sifat yang agung itu adalah :


Mereka beramar ma’ruf dan nahi mungkar seperti yang diwajibkan syari’at dalam firman Allah berikut ini :


]كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ [ (110) سورة آل عمران

“ Jadilah kalian umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, beramar ma’ruf dan nahi mungkar dan kalian beriman kepada Allah”( QS, Ali Imran : 110)

" من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه، فإن لم يستطع فبقلبه,وذلك أضعف الإيمان "

“ Barang siapa di antara kamu menyaksikan suatu kemungkaran , maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu maka robahlah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman ( HR. muslim : 2/ 22, syarah Nawawi )

Sekali lagi , amar ma’ruf dan nahi mungkar hanya terhadap apa-apa yang diwajibkan oleh syari’at, sedang orang-orang Mu’tazilah dalam beramar ma’ruf dan nahi mungkar keluar dari apa-apa yang diwajibkan oleh syar’I, sehingga mereka berpandangan bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah keluar dari ketaatan kepada para pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan perbutan maksiat, walaupun belum termasuk perbuatan kufur, sedang Ahlus Sunnah Wal Jamaah memandang wajib menasihati mereka dalam hal kemaksiatannya tanpa harus keluar memberontak mereka. Hal ini dilakukan dalam rangka mempersatukan kalimat dan menhindari perpecahan dan perselisihan. telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiah : barang kali hampir tidak dikenal suatu kelompok keluar memberontak terhadap pemilik kekuasaan kecuali lebih banyaknya kerusakan yang terjadi katimbang terhapusnya kemungkaran (melalui cara pemberontakan tersebut ).
Ahlus Sunnah Wal Jamaah tetap menjaga tegaknya syi’ar Islam baik dengan menegakkan shalat jum’at dan shalat berjamaah sebagai pembeda pembeda terhadap kalangan ahli bid’ah dan orang-orang munafiq yang tidak mendirikan shalat Jum’at maupun shalat jamaah.
Memberikan nasehat bagi setiap muslim, bekerja sama dan tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa sebagaimana sbda Nabi Muhammad r :

" الدين النصيحة قلنا : لمن، قال : لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم "

“ Addin ( agama ) itu nasihat; kami bertanya: untuk siapa ? Beliau menjawab : Untuk Allah, Kitab-Nyaو RasulNya dan para imam kaum muslimin serta kaum muslimin pada umumnya( HR. Muslim : 2/ 36, Syarah Nawawi )

" المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا "

“ Orang mu’min bagi orang mu’min yang lain bagaikan satu bangunan yang satu sama yang lain saling mengokohkan” (HR, Bukhari : 4/ 6026), Muslim : 16/139 syarah Nawawi )

Mereka tegar balam menhadapi ujian-ujian dengan sabar ketika mendapat cobaan dan bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan dan menerimanya sesuai dengan ketentuan Allah.

Bahwasanya mereka selalu berakhlak mulia dan beramal baik, berbuat baik kepada orang tua, menyambung tali persaudaraan, berlaku baik dengan tetangga, dan mereka senantiasa melarang dari sikap bangga, sombong, dzalim, sesuai dengan firman Allah :


‎]‏وَاعْبُدُواْ‮ ‬اللّهَ‮ ‬وَلاَ‮ ‬تُشْرِكُواْ‮ ‬بِهِ‮ ‬شَيْئًا‮ ‬وَبِالْوَالِدَيْنِ‮ ‬إِحْسَانًا‮ ‬وَبِذِي‮ ‬الْقُرْبَى‮ ‬وَالْيَتَامَى‮ ‬وَالْمَسَاكِينِ‮ ‬وَالْجَارِ‮ ‬ذِي‮ ‬الْقُرْبَى‮ ‬وَالْجَارِ‮ ‬الْجُنُبِ‮ ‬وَالصَّاحِبِ‮ ‬بِالجَنبِ‮ ‬وَابْنِ‮ ‬السَّبِيلِ‮ ‬وَمَا‮ ‬مَلَكَتْ‮ ‬أَيْمَانُكُمْ‮ ‬إِنَّ‮ ‬اللّهَ‮ ‬لاَ‮ ‬يُحِبُّ‮ ‬مَن‮ ‬كَانَ‮ ‬مُخْتَالاً‮ ‬فَخُورًا‮ ‭[‮

“ Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karibkerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, dan yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” ( QS. An Nisaa: 36)


" أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا "

“ Yang paling sempurna imannya diantara kaum mu’minin adalah yang baik akhlaknya” ( ( HR, Ahmad : no : 7396, tirmidzi : 3/ 1162, Abu daud : 5/ 4682, dan Al haitsamy , no: 1311,1926)

Kita memohon kepada Allah Y agar berkenan menjadikan kita semua bagian dari mereka dan tidak menjadikan hati kita condong kepada kekafiran setelah diberi petunjuk ( hidayah-Nya ) dan semoga shalawat serta salam terlimpah kepada Nabi kita Muhammad r , keluarganya beserta sahabat-sahabatnya. Aamin.

Sabtu, 28 Agustus 2010

Agar Sulit Bermaksiat

Seorang laki-laki datang kepada Ibrahim bin Adham rahimahullah, Dia berkata: “Ya Abu Ishaq, aku sering berbuat maksiat. Katakan sesuatu kepadaku sebagai nasihat yang bisa membantuku.”
Ibrahim berkata: “Jika kamu menerima 5 perkara dan kamu mampu melakukannya, niscaya kemaksiatan tidak akan merugikanmu.”
Dia menjawab, “Katakan wahai Abu Ishaq”

Ibrahim berkata, “Pertama, jika kamu hendak bermaksiat kepada Allah ta’ala maka jangan kamu makan rizki-Nya”
Laki-laki itu berkata, “Dari mana aku makan sementara semua yang ada di bumi adalah rizki-Nya?”
Ibrahim berkata, “Wahai Bapak, apakah pantas engkau memakan rizki-Nya, sementara itu engkau bermaksiat kepada-Nya?”
Laki-laki itu menjawab, “Tidak pantas. Katakan yang kedua.”
Ibrahim menjawab, “Jika kamu hendak bermaksiat kepada-Nya, maka jangan tinggal di bumi-Nya.”
Laki-laki itu menjawab, “Yang ini lebih berat. Dimana saya akan tinggal?”
Ibrahim berkata, “Wahai Bapak, pantaskah engkau bermaksiat kepada-Nya, sementara engkau makan rizki-Nya dan tinggal di bumi-Nya?”
Laki-laki itu menjawab, “Tidak pantas. Katakan yang ketiga.”
Ibrahim berkata, “Jika kamu hendak bermaksiat kepada-Nya, kamu makan rizki-Nya dan tinggal di bumi-Nya, maka carilah tempat dimana Dia tidak melihatmu. Disitulah kamu bisa melakukannya.”
Laki-laki itu menjawab, “Wahai Ibrahim, apa ini? Mana mungkin, sementara Dia mengetahui perkara-perkara yang tersembunyi.”
Ibrahim berkata, “Wahai Bapak, apakah pantas kamu makan rizki-Nya, tinggal di bumi-Nya, lalu kamu bermaksiat kepada-Nya, padahal Dia melihatmu, mengetahui apa yang kamu tampakkan dan kamu rahasiakan?”
Laki-laki itu menjawab, “Tidak. Katakan yang keempat.”
Ibrahim menjawab, “Jika Malaikat maut datang kepadamu untuk mencabut nyawamu, maka bilang kepadanya, “Nanti dulu, aku mau bertaubat dengan benar-benar dan beramal kerana Allah.”
Laki-laki itu berkata, “Dia tidak mungkin akan menerima.”
Ibrahim berkata, “Wahai Bapak, jika engkau tidak mampu menolak malaikat maut supaya engkau bisa bertaubat dan engkau mengetahui bahwa jika dia mendatangimu dia tidak memberimu kesempatan, lantas bagaimana engkau berharap selamat?”
Laki-laki itu berkata, “Katakan yang kelima?”
Ibrahim berkata, “Jika malaikat Zabaniyah mendatangimu pada hari Kiamat untuk menyeretmu ke Neraka, maka jangan engkau menurutinya.”
Laki-laki itu berkata, “Mereka tidak akan membiarkanku dan tidak akan menerimaku.”
Ibrahim bertanya, “Bagaimana engkau bisa berharap selamat?”
Laki-laki itu berkata, “Ya Ibrahim, cukup..cukup.., aku meminta ampun dan bertaubat kepada Allah.”
Laki-laki itu benar-benar memenuhi janji taubatnya. Dia rajin beribadah dan menjauhi maksiat sampai dia meninggal dunia.
Dimbil dari “Mausu’ah Qishashis Salaf”, edisi bahasa Indonesia “Ensklopedi Kisah Generasi Salaf” karya Ahmad Salim Baduwailan, penerbit Elba