Social Icons

Pages

Featured Posts

Minggu, 12 Agustus 2012

Cara Dapatkan Lailatul Qadar

malam-lailatul-qadar1Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang mulia (lailatul qadr) malam yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an dan Allah سبحانه وتعلى mengabarkan bahwa ia lebih mulia dari seribu bulan dari segi keutamaan, kemuliaan-nya dan banyaknya pahala.
Allah سبحانه وتعلى berfirman : إِنَّا أَنـــْزَلْنَاهُ فِي لَيـْلَةٍ مُبـَارَكَةٍ إِنـــَّا كُنـَّا مُنــْذِرِينَفِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيْمٍ الدخان : 3-4 Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada satu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberikan peringatanPada malam itu di jelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (QS. Ad-Dukhaan : 3-4). Ma’na Al-Qadr artinya kemuliaan, keagungan atau taqdir dan qadha (ketentuan) karena lailatul qadr sangat agung dan sangat mulia yang mana pada malam itu Allah سبحانه وتعلى menentukan/menetapkan semua urusan yang akan terjadi sela-ma satu tahun. Kapankah Lailatul Qadr itu ? Al-Hafizh Ibnu Hajar رحمه الله menyebutkan dalam Fathul Bari 42-50 pendapat dalam penentuan malam lailatul qadr dan yang paling rajih bahwa dia pada malam-malam yang ganjil pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan. Dan Rasulullah صل اللة عليه وسلم telah mengabarkan hal itu. Beliau bersabda: إتَحَرَّوْا لَيـْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتــْرِ مِنَ الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ رواه البخاري ومسلم “Carilah malam lailatul qadr pada tanggal-tanggal ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan” (HR. Bukhari dan Muslim) Dan dalam hadits yang lain beliau bersabda: ُطْلُبُوا لَيـْلَةَ الْقَدْرِ فِيْ الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فِي تِسْعٍ يَبـْقَيـْنَ وَسَبْعٍ يَبـْقَيْنَ وَخَمْسٍ يَبـْقَيـْنَ وَ ثـــَلاَثٍ يَبـْقَيـْنَ رواه أحمد “Carilah lailatul qadr pada sepuluh malam yang terakhir pada malam 21, 23, 25 dan 27.” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albani). Maka barangsiapa yang menghidupkan sepuluh malam terakhir khususnya malam-malam ganjil dari bulan Ramadhan dengan amalan-amalan ibadah niscaya akan mendapatkan lailatul qadr dan mendapatkan apa yang dijanjikan oleh Allah سبحانه وتعلى berupa ampunan dan pahala. Adapun hikmah dari disembunyikannya waktu tepatnya lailatul qadr agar supaya kaum muslimin memperbanyak ibadah dikeseluruhan malam bulan Ramadhan terutama pada malam-malam ganjil pada malam terakhir di bulan Ramadhan karena lailatul qadr berpindah-pindah setiap tahunnya. Keutamaan lailatul qadr Diantara keutamaan lailatul qadr adalah: 1.Malam yang di dalamnya diturunkan Al-Quran. 2.Malam lailatul qadr lebih baik dari seribu bulan, sebagaimana dalam Al Qur’an surat Al-Qadr ayat 3 Maksudnya pahala ibadah pada saat itu lebih baik dari pada seribu bulan bagi mereka yang menghidupkannya dengan berbagai macam ibadah dan kebaikan seperti shalat, dzikir dan berdo’a. 3.Bagi mereka yang menghidupkan malam lailatul qadri dengan memperbanyak ibadah maka Allah سبحانه وتعلى akan mengampuni dosa–dosanya yang telah lalu. Rasulullah صل اللة عليه وسلم bersabda yang artinya: “Barang siapa yang beribadah kepada Allah di malam lailatul qadr maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (Muttafaqun ‘Alaih) 4.Pada malam itu turun para malaikat dan mereka tidak turun (ke bumi) kecuali membawa kebaikan dan berkah serta kasih sayang. sebagaimana dalam Al Qur’an surat Al-Qadr ayat 4 5.Malam lailatul qadr adalah malam keselamatan. Allah سبحانه وتعلى berfirman : سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ لقدر : 5 “Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS. Al Qadr:5) Yaitu selamat dari kesalahan dan penyakit atau selamat dari azab dan siksaan Allah سبحانه وتعلى . Tanda-tanda Lailatul Qadr Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari : “Telah disebutkan dalam beberapa riwayat tanda-tanda lailatul qadr namun kebanyakan tanda-tanda tersebut tidak nampak kecuali setelah lewat malam tersebut” Para ulama telah menyebutkan beberapa tanda-tanda tersebut, berdasarkan hadits-hadits yang shahih diantaranya : 1.Bulan sabit Dari Abu Hurairah رضي الله عنه berkata: “Kami bermudzakarah (bertanya-tanya) ten- tang kapan malam lailatul qadr ber-sama dengan Rasulullah صل اللة عليه وسلم, maka beliau bersabda : الأَيـُّكُمْ يَذْكُرُ حِينَ طَلَعَ الْقَمَرُ وَهُوَ مِثْلُ شِقِّ جَفْنَةٍ رواه مسلم “Siapa saja diantara kalian yang mengingat ketika terbit bulan dan saat itu bulan bagaikan belahan piring (bulan sabit)” (HR. Muslim) 2.Suhu udara pada malam itu tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah صل اللة عليه وسلم bersabda: رواه الطيالسي و ابن خزيمة و البزار  لَيـْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ، طَلِقــَةٌ، لاَ حَارَةٌ، وَلاَ بَارِدَةٌ، تُصْبِحُ الشَّمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةً حَمْرَاءَ “Malam Lailatul qadr adalah malam yang sejuk tidak panas dan tidak dingin, di pagi harinya cahaya mentarinya lembut dan berwarna merah“ (HHR. Ath Thayalisi, Ibnu Khuzaimah dan Al Bazzar) 3.Cahaya matahari di pagi hari-nya tidak menyengat Dari Ubaiy bin Ka’ab رضي الله عنه berkata, Rasulullah صل اللة عليه وسلم bersabda: صُبْحَةَ لَيـْلَةِ الْقَدْرِ تَطْلُعُ الشَّمْسُ لاَ شُعَاعَ لَهَا كَأَنـــَّــهَا طَسْتٌ حَتَّى تَرْتَفِعَ رواه مسلم و أحمد و الترمذي و أبو داود “Pagi hari dari malam lailatul qadr terbit matahari tidak menyengat bagaikan bejana, sampai meninggi” (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi dan Abu Daud) Namun tidak ada halangan bagi yang tidak melihat atau mengetahui tanda-tandanya untuk mendapatkan keutamaan dan pahalanya selama dia menghidupkan pada sepuluh malam terakhir dengan ibadah karena iman & mengharapkan pahala dari Allah سبحانه وتعلى Amalan-amalan Yang Disyariatkan Pada 10 Malam Terakhir Di Bulan Ramadhan Rasulullah صل اللة عليه وسلم senantiasa bersung-guh-sungguh dalam ibadah pada sepuluh malam terakhir, tidak seperti dua puluh malam pertama. Sebagaimana yang dikatakan oleh ‘Aisyah رضي الله عنها: كَانَ رَسُولُ اللهِ يَجْتـَهِدُ فِي الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتـَهِدُ فِي غَيْرِهِ رواه مسلم “Adalah Rasulullah صل اللة عليه وسلم bersungguh-sungguh dalam beribadah pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan hal yang tidak beliau lakukan pada malam yang lainnya.” (HR. Muslim). Para shahabat Rasulullah dan para salafus shaleh juga memuliakan sepuluh malam terakhir ini serta bersungguh-sungguh di dalamnya dengan memperbanyak amal kebai-kan, untuk itu dianjurkan secara syar’i kepada seluruh kaum muslimin untuk mencontoh Rasulullah صل اللة عليه وسلم dan para shahabatnya dalam menghidupkan malam-malam ini dengan beri’tikaf di masjid-masjid, shalat, istighfar, membaca Al-Qur’an serta berbagai ibadah lainnya, agar mendapatkan kemenangan berupa ampunan dan pembebasan dari api Neraka. Dan disunnahkan bagi seorang muslim untuk memperbanyak do’a pada malam-malam tersebut karena do’a di waktu-waktu tersebut mustajab dan do’a yang diulang-ulang pada waktu tersebut adalah do’a yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah رضي الله عنها bahwasanya dia berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimana jika saya mendapatkan lailatul qadr maka apa yang aku katakan?” Beliau صل اللة عليه وسلم bersabda: “Katakanlah: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي رواه الترمذي و ابن ماجه “Allahumma Innaka Afuwwun Tuhibbul ‘Afwa Fa’fuannii (Ya Allah! Sesungguhnya Engkau Maha Pengampum, mencintai ampunan (maaf) maka ampunilah aku).” (HSR. Tirmidzi dan Ibnu Majah) Hendaknya bagi setiap muslim untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah pada malam malam ini, sebab yang demikian itu adalah kesempatan seumur hidup dan kesempatan itu tidak selalu ada. Sesungguhnya Allah سبحانه وتعلى telah memberitahukan bahwa malam itu lebih mulia dari seribu bulan atau delapan puluh tiga tahun lebih. Seandainya seseorang beribadah kepada Allah selama delapan puluh tiga tahun lebih, maka lailatul qadr lebih baik dari itu, dan hal tersebut merupakan keutamaan dan karunia yang sangat besar. Karunia apakah yang lebih besar dari hal itu. Dan sangatlah merugi orang yang tidak sempat mendapatkan pahala di waktu-waktu mulia dan musim-musim maghfirah disebabkan kelalai-annya dan ketidak seriusannya dalam beribadah.(Al Fikrah) -Abu Muhammad- Maraji’ : 1. Fatawa Fish Shiyam, Syekh Abdullah Al Jibrin 2. Ad Durus Ar Ramadhaniyah, Muassasah Al Haramain Markazul Bahts Al Ilmi 3. Fathul Baari, Ibnu Hajar Al Asqalani

Penjelasan Seputar I’tikaf

TA’RIEF (DEFINISI) I’TIKAF Ditinjau dari segi bahasa: I’tikaf bermakna :berdiam di suatu tempat untuk melakukan sesuatu pekerjaan ; yang baik maupun yang buruk dan tetap dalam keadaan demikian. Adapun pengertian i’tikaf menurut istilah adalah berdiam di masjid dalam rangka ibadah dari orang yang tertentu, dengan sifat atau cara yang tertentu dan pada waktu yang tertentu (Lihat Fathul Bari 4 : 344) DALIL-DALIL DISYARIATKANNYA I’TIKAF Firman Allah سبحانه وتعلى وَلاَ تُـبَاشِرُوْهُنَّ وَأَنْـتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ البقرة : 187 “Dan janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid”(QS. Al Baqarah : 187) dalam hadits ‘Aisyah رضي الله عنها berkata : “Adalah Nabi صل اللة عليه وسلم beri’tikaf sepuluh akhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah سبحانه وتعلى”. (HR. Bukhari dan Muslim) HUKUM I’TIKAF A. Telah sepakat ulama kita bahwa hukum asal dari i’tikaf adalah sunnah, bahkan Imam Ibnu ‘Arabi Al Maliki dan Ibnu Baththal رحمهما الله memasukkannya ke dalam sunnah muakkadah (yang dikuatkan) karena Rasulullah صل اللة عليه وسلم tidak pernah meninggalkannya selama hidupnya. Dan hukum asal ini berubah menjadi wajib jika seseorang bernazar untuk melakukannya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar رضي الله عنه bahwasanya beliau pernah bernazar untuk beri’tikaf satu malam di masjid Haram, maka Rasulullah صل اللة عليه وسلم bersabda : أَوْفِ بِنَذْرِكَ “Tunaikan nazarmu itu”. HR. Bukhari dan Muslim B. Hukum i’tikaf ini berlaku baik untuk muslim ataupun muslimah sebagaimana yang kabarkan oleh Shafiyyah رضي الله عنها ketika beliau menziarahi Nabi صل اللة عليه وسلم pada saat i’tikaf : “Adalah Nabi صل اللة عليه وسلم (beri’tikaf) di masjid dan di sisinya terdapat istri-istri beliau (sedang beri’tikaf pula)…”. HR. Bukhari dan Muslim Al Imam Ibnul Mundzir رحمه الله berkata: “Perempuan tidak boleh beri’tikaf hingga dia meminta izin kepada suaminya dan jika perempuan itu beri’tikaf tanpa izin maka suaminya boleh mengeluarkannya (dari i’tikaf). Dan jika seorang suami telah mengizinkan (istrinya) lalu mau mencabut izinnya maka hal itu dibolehkan baginya”. (Lihat Fathul Bari 4 : 351) FADHILAH (KEUTAMAAN) I'TIKAF Adapun fadhilahnya maka i’tikaf mempunyai beberapa keutamaan yang tidak terdapat pada ibadah lainnya, diantaranya: 1.I’tikaf merupakan wasilah (cara) yang digunakan oleh Nabi صل اللة عليه وسلم untuk mendapatkan malam Lailatul Qadr 2.Orang yang melakukan i’tikaf akan dengan mudah mendirikan shalat fardhu secara kontinu dan berjamaah bahkan dengan i’tikaf seseorang selalu beruntung atau paling tidak berpeluang besar mendapatkan shaf pertama pada shalat berjama’ah 3.I’tikaf juga membiasakan jiwa untuk senang berlama-lama tinggal dalam masjid, dan menjadikan hatinya terpaut pada masjid 4.I’tikaf akan menjaga puasa seseorang dari perbuatan-perbuatan dosa. Dia juga merupakan sarana untuk menjaga mata dan telinga dari hal-hal yang diharamkan 5. Dengan I'tikaf membiasakan hidup sederhana, zuhud dan tidak tamak terhadap dunia yang sering membuat kebanyakan manusia tenggelam dalam kenikmatannya. WAKTU I’TIKAF I’tikaf boleh dikerjakan kapan saja, namun lebih ditekankan pada bulan Ramadhan, karena itulah yang sering dilakukan oleh Rasulullah صل اللة عليه وسلم. Dan lebih utama dikerjakan pada sepuluh akhir Ramadhan untuk mendapatkan Lailatul Qadr sebagaimana yang ditunjukkan hadits Abu Sa’id Al Khudri رضي الله عنه . I’tikaf yang wajib harus dikerjakan sesuai jumlah hari yang telah dinazarkan, sedangkan i’tikaf yang sunnah tidak ada batasan maksimalnya dan hal ini disepakati oleh keempat ulama madzhab, dan jumhur ulama berpendapat bahwa tidak ada batasan minimal ketika beri’tikaf hal ini berdasarkan atsar dari Umar رضي الله عنه dimana beliau mengabarkan kepada Nabi صل اللة عليه وسلم tentang nazar beliau untuk beri’tikaf satu malam di masjid Haram, lalu Rasulullah صل اللة عليه وسلم memerintahkan kepadanya untuk menunaikan nazarnya. Imam Nawawi رحمه الله mengatakan : “Boleh seseorang beri’tikaf sesaat dan dalam waktu yang singkat…”. )Al Minhaj 8 : 307) Telah ikhtilaf ulama kita tentang kapan awal masuknya seseorang yang mau beri’tikaf ke dalam masjid. Jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang memulai i’tikaf hendaknya memasuki masjid sebelum matahari terbenam. Pendapat yang kedua mengatakan, bahwa i’tikaf baru dimulai sesudah shalat shubuh, berdasarkan hadits ‘Aisyah رضي الله عنها: “Adalah Nabi صل اللة عليه وسلم jika hendak beri’tikaf, beliau shalat shubuh kemudian masuk ke (mu'takaf) tempat i’tikafnya”. (HR. Bukhari dan Muslim) Pendapat ini dipegangi oleh Al Auza’iy, Al Laits dan Ats Tsauri serta dipilih oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dan Al Imam Ash Shon’ani - رحمهم الله – Dari dua pendapat yang ada maka yang paling dekat dengan dalil adalah pendapat yang kedua, yaitu masuk sesudah shalat shubuh, namun pendapat yang pertama lebih berhati-hati. Wallahu A’lam. SYARAT-SYARAT I’TIKAF Orang yang beri’tikaf memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhinya yaitu: Seorang muslim, mumayyiz (sudah mampu membedakan yang baik dan buruk),berakal, dan suci dari janabat, haidh, serta nifas. RUKUN-RUKUN I’TIKAF 1. Niat, karena tidak sah suatu amalan melainkan dengan niat. 2. Tempatnya harus di masjid. Dalilnya firman Allah سبحانه وتعلى yang artinya: “Dan janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid” (QS. Al Baqarah : 187) Keharusan beri’tikaf di masjid ini berlaku pula untuk wanita, dalam hal ini merupakan pendapat Jumhur Ulama bahwa wanita tidak sah beri’tikaf di masjid rumahnya karena tempat itu tidaklah dikatakan masjid, lagi pula keterangan yang shahih menerangkan bahwa istri-istri Nabi صل اللة عليه وسلم melakukan i’tikaf di masjid Nabawi. Dan berkata Al Hafizh Ibnu Hajar-rahimahullah- tentang i’tikafnya istri-istri Nabi صل اللة عليه وسلم di masjid : “Hal ini menunjukkan disyariatkannya i’tikaf di masjid, karena seandainya tidak, tentu para istri-istri Nabi صل اللة عليه وسلم akan beri’tikaf di rumah-rumah mereka karena mereka telah diperintahkan untuk berlindung atau berdiam di rumah”. (Fathul Bari 4 : 352) MASJID YANG SAH DIPAKAI I’TIKAF Para ulama telah berikhtilaf tentang syarat masjid yang sah untuk di gunakan i’tikaf namun diantara pendapat-pendapat yang ada maka pendapat yang pertengahan dan paling dekat dengan kebenaran adalah I'tikaf harus dilaksanakan di masjid yang dilaksanakan shalat berjama’ah padanya karena shalat berjama’ah bagi laki-laki hukumnya wajib. Hal ini berdasarkan atsar ‘Aisyah رضي الله عنها yaitu: “Tidak ada i’tikaf kecuali di masjid yang dilaksanakan shalat berjama’ah”. (HR. Ad Daraqutni dan Al Baihaqi) Pendapat ini dipegangi pengikut madzhab Abu Hanifah dan Imam Ahmad serta perkataan Hasan Al Bashri dan ‘Urwah bin Zubair رحمهم الله . Ibnu Qudamah رحمه الله menjelaskan:“Disyaratkannya i’tikaf di masjid yang dilaksanakan shalat jama’ah, karena shalat jama’ah itu wajib, dan ketika seseorang beri'tikaf di masjid yang tidak dilaksanakan shalat jama’ah akan mengakibatkan salah satu dari dua hal : meninggalkan shalat jama’ah yang merupakan kewajiban, yang kedua keluar untuk shalat di masjid yang dilaksanakan shalat berjama’ah dan hal ini akan sering berulang padahal masih mungkin untuk menghindarinya, dan sering keluar dari tempat i’tikaf itu bertentangan dengan maksud/tujuan i’tikaf …”. (Al Mughni 4 : 461) Jika seseorang i’tikaf di masjid jama’ah yang tidak dilaksanakan shalat Jum’at maka pada hari Jumat wajib atasnya untuk keluar shalat Jum’at dan i’tikafnya tidak batal karena dia keluar disebabkan udzur yang dibenarkan syariat dan hal tersebut hanya sekali dalam sepekan, dan ini merupakan pendapat Abu Hanifah, Said bin Jubair, Hasan Al Bashri, Ibrahim An Nakhaaiy, Imam Ahmad, Ibnul Mundzir, Dawud Azh Zhohiri, Ibnu Qudamah, dan lain-lain رحمهم الله . HAL-HAL YANG MEMBATALKAN I’TIKAF 1. Jima’ (bersetubuh/ bersenggama). Dalilnya firman Allah سبحانه وتعلى yang artinya: “Dan janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid”(QS. Al Baqarah : 187) 2. Murtad. 3. Hilang akal 4. Haidh dan Nifas 5. Keluar dari masjid tanpa hajat yang dibolehkan, walaupun hanya sebentar. Keluar dari masjid membatalkan i’tikaf karena tinggal di masjid adalah rukun i’tikaf. ADAB-ADAB I’TIKAF Ada beberapa adab yang hendaknya seseorang yang beri’tikaf memperhatikannya dan berusaha untuk melaksanakannya. Diantara adab-adab tersebut adalah : 1. Memperbanyak ibadah-ibadah sunnah yang mendekatkan dirinya kepada Allah سبحانه وتعلى. 2.Membuat bilik-bilik di masjid untuk digunakan berkhalwat sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi صل اللة عليه وسلم , terutama jika ada wanita yang ikut beri’tikaf, maka wajib atas wanita untuk membuat bilik-bilik tersebut agar terhindar dari ikhtilat (bercampur) dan saling pandang-memandang dengan lawan jenis. 3.Meninggalkan perdebatan dan pertengkaran walaupun dia berada di pihak yang benar 4.Juga hendaknya menghindari dari mengumpat, berghibah, dan berkata-kata yang kotor, karena hal-hal tersebut terlarang di luar i’tikaf maka pelarangannya bertambah pada saat i’tikaf. 5.Dan secara umum seluruh perbuatan dan perkataan yang tidak bermanfaat hendaknya ditinggalkan, karena semua hal itu akan mengurangi pahala beri’tikaf HAL-HAL YANG DIBOLEHKAN SEWAKTU I’TIKAF 1. Keluar untuk suatu keperluan yang tidak dapat dielakkan. Dalilnya hadits Aisyah رضي الله عنها ia berkata : “Dan adalah Rasulullah صل اللة عليه وسلم jika sedang beri’tikaf di masjid, kadang beliau memasukkan kepalanya maka saya menyisirnya dan adalah beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena kebutuhan yang manusiawi”. (HR. Bukhari dan Muslim) Imam Malik رحمه الله berkata : “Tidaklah seseorang dikatakan beri’tikaf hingga dia meninggalkan hal-hal yang harus dia tinggalkan seperti menjenguk orang sakit, shalat jenazah, dan masuk ke rumah kecuali ada hajat insan Imam Az Zuhri رحمه الله menafsirkan hajat insan (kebutuhan yang manusiawi) sebagai kencing dan buang air besar, dan kedua hal ini merupakan ijma’ tentang bolehnya keluar masjid disebabkan kedua hal tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mundzir رحمه الله. 2.Menyisir rambut, mencukurnya, memotong kuku dan membersihkan badan dari berbagai kotoran”.(Lihat :Ma’alim As Sunan 2 : 578) 3. Membawa kasur dan perlengkapan lainnya ke masjid. 4. Menerima tamu dan mengantarkannya hingga ke pintu masjid. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah صل اللة عليه وسلم ketika beliau diziarahi oleh istri beliau Shofiyyah . 5. Makan dan minum di dalam masjid dengan tetap memelihara dan menjaga kebersihan dan kemuliaan masjid. KHATIMAH Seseorang yang berniat untuk beri’tikaf hendaknya mempertimbangkan maslahat dan mudharat. Jika dia adalah seorang pemuda yang sangat dibutuhkan oleh orang tuanya maka hendaknya dia mendahulukan hak orang tuanya karena hal tersebut wajib, namun jika dia diizinkan untuk beri’tikaf maka itulah yang utama. Demikian pula dengan orang yang bekerja di bidang jasa dan kepentingan masyarakat umum hendaknya mendahulukan kepentingan umum dari kepentingan pribadi dan sungguh Allah سبحانه وتعلى Maha Mengetahui apa yang diniatkan oleh hamba-hamba-Nya. Adapun bagi mereka yang Allah سبحانه وتعلى muliakan dengan memberikan kesempatan untuk beri’tikaf di tahun ini hendaknya memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, raihlah hikmah dan faidah i’tikaf, perhatikanlah adab-adabnya serta jauhkanlah dari hal-hal yang terlarang dan janganlah menjadi orang yang i’tikafnya tidak ubahnya dari sekedar berpindah tempat tidur saja. Mudah-mudahan dengan i’tikaf ini anda bisa mendapatkan malam yang lebih mulia dari seribu bulan : “Lailatul Qadr". (Al Fikrah)

Selasa, 27 Maret 2012

Mengapa sulit untuk saling memahami?

Oleh, Ibnu Mai as Siompuny

Tulisan ini kami persembahkan pada diri kami dan untuk yang sampai saat ini masih berusaha untuk saling memahami. Semoga ada manfaat untuk mengetuk hati kita dan bisa memberi celah masuknya cahaya ukhuwah yang mungkin saat ini mulai redup pada diri kita.

Bismillah, washalatu washalamu ‘ala rasulillah wa ‘alaa ‘aalihi wa ash’hobihi wa sallam

Segala puji bagi Allah, satu-satu Dzat yang berhak disembah dan diibadahi.

Tak ada rahasia jika manusia memang tak pernah lepas dari kesalahan. Dan sudah menjadi sunnatullah jika tak ada manusia yang sempurna selain Nabi shallallahu ‘alaihi washallam. Hampir pasti sulit bagi kita untuk menghindarkan diri dari yang namanya kesalahan bahkan terhadap orang yang memiliki kesalahan pada diri kita.