Social Icons

Pages

Sabtu, 30 Juli 2011

Ringkasan Fiqh Shiyam Ramadhan

PENGERTIAN PUASA: Menahan diri dari perkara-perkara tertentu dengan niat, dari terbit fajar kedua/subuh hingga terbenam total matahari.
HIKMAH PUASA, antara lain:
a. Melatih sifat jujur dan amanah, sebab puasa adalah rahasia antara hamba dengan Allah subhanahu wata’ala
b. Melatih sifat sabar dan pengendalian diri, sebab puasa melemahkan jalan syaitan
c. Membiasakan zuhud terhadap dunia
d. Menumbuhkan kasih sayang kepada orang-orang miskin
e. Memberi manfaat kesehatan


ORANG YANG WAJIB PUASA:
Islam, baligh, berakal (waras), mampu, muqim, sehat.

ADAB-ADAB PUASA:
1. Makan sahur
2. Makan sahur dengan kurma
3. Menunda makan sahur hingga akhir waktu
4. Menyegerakan berbuka
5. Berbuka dengan ruthab (kurma segar), atau tamr (kurma kering), atau air putih
6. Do’a ketika sedang puasa dan setelah berbuka
7. Menjaga diri dari segala bentuk maksiat dan dosa
8. Shadaqah
9. Membaca Al Qur’an
10. Bersungguh-sungguh dan meningkatkan ibadah pada sepuluh terakhir Ramadhan
11. I’tikaf
12. Siwak
13. Tidak berlebih-lebihan dalam berkumur atau membasuh hidung ketika berwudhu’
14. Tidak mendahului Ramadhan dengan puasa nafilah satu atau dua hari

RUKUN-RUKUN PUASA:
1. Niat. Untuk puasa wajib, harus niat sebelum masuk waktu shalat subuh
2. Tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa

PEMBATAL-PEMBATAL PUASA:
1. Riddah (keluar dari agama Islam)
2. Makan dan minum dengan sengaja
3. Jima’
4. Keluarnya mani dengan sengaja
5. Keluarnya darah haid atau nifas
6. Obat atau suntikan yang dapat mengganti fungsi makanan, termasuk transfusi darah
7. Muntah dengan sengaja
8. Keluarnya darah dalam jumlah banyak secara sengaja: hijamah, donor darah, dll

BUKAN PEMBATAL PUASA:
1. Celak mata
2. Obat tetes mata atau hidung atau telinga
3. Parfum dan wangi-wangian
4. Suntikan pengobatan
5. Keluarnya madzi
6. Debu atau lalat terbang yang masuk ke tenggorokan dan tertelan
7. Obat hirup
8. Obat kumur
9. Obat pada luka
10. Menelan air liur atau dahak biasa
11. Keluar sedikit darah, seperti luka atau pemeriksaan golongan darah
12. Pembatal-pembatal puasa yang dilakukan tanpa sengaja

ORANG-ORANG YANG TIDAK BERPUASA:
A. Kewajibannya adalah qadha’ (mengganti dengan puasa setelah Ramadhan sejumlah hari-hari yang dia tinggalkan)

1. Orang sakit sementara yang ada kemungkinan sembuh
2. Pingsan
3. Musafir
4. Haidh
5. Nifas
6. Orang yang sengaja membatalkan puasa karena uzdur syar’i
7. Wanita menyusui yang tidak puasa karena khawatir terhadap kondisi dirinya atau kondisi dirinya bersama bayinya (ket: ketetapan tidak mampu dapat lewat pengalaman atau pengamatan langsung kondisi ibu atau keterangan dokter terpercaya)
8. Wanita hamil yang meninggalkan puasa karena khawatir terhadap kondisi dirinya atau kondisi dirinya bersama janinnya (ket: sda.)

B. Kewajibannya adalah ith’aam (mengganti dengan memberi makan satu orang miskin sejumlah hari-hari yang dia tinggalkan)
1. Orang lanjut usia
2. Orang sakit permanen yang kecil kemungkinan untuk sembuh

C. Kewajibannya adalah qadha’ dan ith’aam sekaligus
1. Wanita menyusui yang tidak puasa karena khawatir terhadap kondisi bayinya (ket: sda.)
2. Wanita hamil yang tidak puasa karena khawatir terhadap kondisi janinnya (ket: sda.)
D. Kewajibannya adalah tobat dan kaffarah (memerdekakan budak atau puasa dua bulan berturut-turut atau ith’aam 60 orang miskin): jima’
E. Tidak berdosa: puasa anak kecil yang mumayyiz tapi belum baligh (dewasa)

BEBERAPA KASUS:

1. Yang afdhal bagi musafir yang tidak menemui kesulitan apapun dalam melaksanakan puasa adalah yang lebih mudah bagi dirinya, antara puasa dan meninggalkannya dengan qadha’

2. Sopir atau pelaut:
(a) Bagi bujangan atau orang yang membawa serta keluarganya, dia wajib puasa. Karena perjalanannya tidak terputus
(b) Bagi orang yang memiliki keluarga tapi tidak dibawanya serta, dia boleh puasa dan boleh juga tidak dengan qadha’ (Fatwa Syekh Abdul ‘Aziz b. Baz)

3. Obat penunda haidh boleh digunakan, tapi tidak dianjurkan. Hal ini mengingat tidak sepinya obat-obatan kimiawi umumnya dari efek negatif bagi kesehatan

4. Orang yang bangun subuh dalam keadaan junub, tidak mengapa menunda mandi hingga masuk waktu shalat subuh. Dengan tetap melaksanakan shalat subuh berjamaah di mesjid.

5. Orang mimpi basah di siang hari tidak batal puasanya

6. Orang yang udzurnya hilang di tengah hari puasa, melanjutkan puasanya. Contoh: suci dari haidh, masuk Islam, mukim setelah safar, dll.

7. Qadha’ yang tertunda hingga melewati Ramadhan berikutnya:
(a) Bila dengan udzur, cukup diganti dengan qadha’ saja
(b) Tanpa udzur syar’I, disamping qadha’ juga ith’aam

8. Satu-satunya puasa yang ahli waris dianjurkan untuk mempuasakan orang yang telah meninggal adalah puasa nadzar

9. Satu kali niat untuk satu bulan cukup untuk puasa Ramadhan

SALAH PAHAM DALAM RAMADHAN: al. imsak atau berpuasa sebelum masuk waktu shalat subuh
Wallahu ta’ala a’laa wa a’lam

Maraji’:
Abdullah b. Abdul Rahman Al Bassam, Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram.
Shalih b. Fauzan Al Fauzan, Al Mulakkhashul Fiqhiy.
As Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah.
Hai’ah Kibaril ‘Ulama bil Mamakatil ‘Arabiyatis Su’udiyyah, Al Buhuts Al ‘Imiyyah.

Ilham Jaya Abdurrauf


Sabtu, 16 Juli 2011

Yang laris tapi keliru di bulan Sya'ban (Hadits-hadits lemah dan palsu seputar bulan Sya'ban)

Di tengah masyarakat kita beredar banyak hadits-hadits lemah dan palsu seputar keutamaan ibadah pada bulan Sya’ban. Hadits-hadits tersebut menyebar lewat berbagai cara. Mulai dari ceramah para khathib, tulisan di buku, majalah, situs, blog, jejaring sosial, hingga sms. Berikut ini kami tuliskan contoh kecil dari sebagian hadits lemah dan palsu tersebut agar diketahui bersama oleh kaum muslimin.

Oleh: Muhib Al Majdi / Arrahmah.com


Hadits-hadits tentang puasa sunah di bulan Sya’ban

Hadits pertama

عن عائشة، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم :”شعبان شهري و رمضان شهر الله وشعبان المطهر ورمضان المكفر” .
موضوع –

Dari Aisyah dari Rasulullah SAW bersabda, “Sya’ban adalah bulanku dan Ramadhan adalah bulan Allah. Sya’ban adalah (bulan) yang mensucikan dan Ramadhan adalah bulan yang menghapuskan (dosa-dosa).”

Ini adalah hadits palsu. Imam Al-‘Ajluni berkata: Hadits ini diriwayatkan oleh Ad-Dailami dari Aisyah secara marfu’. Ibnu Al-Ghars berkata: Guru kami berkata hadits ini dha’if. (Kasyful Khufa’ wa Muzilul Ilbas, juz 2 hlm. 13 no. 1551).

Imam Al-Munawi berkata dalam Faidhul Qadir Syarh Jami’ Shaghir :Di dalam sanadnya ada Hasan bin Yahya Al-Khusyani. Imam Adz-Dzahabi berkata:Imam Ad-Daruquthni mengatakan ia perawi yang matruk (ditinggalkan haditsnya, yaitu tertuduh memalsukan hadits).Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani melemahkannya dalam Dha’if Jami’ Shaghir no. 3402.

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyqa dan Ad-Dailami dari Aisyah secara marfu’ dengan lafal: ”Bulan Ramadhan adalah bulan Allah dan bulan Sya’ban adalah bulanku. Sya’ban adalah (bulan) yang mensucikan dan Ramadhan adalah (bulan) yang menghapuskan (dosa-dosa).” Sanadnya sangat lemah sebagaimana dijelaskan oleh syaikh Al-Albani dalam Dha’if Jai’ Shaghir no. 34119.

Hadits kedua

وروي عن أنس، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم : “رجب شهر الله وشعبان شهري ورمضان شهر أمتي”.

Dari Anas dari Rasulullah SAW bersabda: “Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.”

Ini adalah hadits palsu. Imam Al-‘Ajluni berkata: “Diriwayatkan oleh Ad-Dailami dan lainnya dari Anas secara marfu’. Namun Imam Ibnu Jauzi menyebutkannya dalam kitab Al-Maudhu’uat (hadits-hadits palsu), demikian pula al-hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam bukunya Tabyinul ‘Ajab fi maa Warada fi Rajab.” (Kasyful Khafa’ juz 2 hlm. 510 no. 1358).

Hadits ketiga

وسئل النبي صلى الله عليه وسلم أي الصوم أفضل بعد رمضان قال : “شعبان لتعظيم رمضان” قال في أي الصدقة أفضل ؟ قال : ” صدقة في رمضان “

Nabi SAW ditanya tentang puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan, maka beliau SAW menjawab, “(Puasa) Sya’ban karena untuk mengagungkan (puasa) Ramadhan.” Beliau SAW juga ditanya tentang sedekah yang paling utama, maka beliau SAW menjawab, “Sedekah di bulan Ramadhan.”

Dinyatakan lemah oleh syaikh Al-Albani dalam Dha’if At-Targhib wat Tarhib no. 618.

وفي رواية : عن أنس مرفوعاً : “أفضل الصيام بعد رمضان شعبان”. –

Dalam riwayat lain dari Anas secara marfu’ dengan laafal: ”Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa Sya’ban.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari juz 4 hlm. 152-154 mengatakan: “Sanadnya dha’if.”

Hadits keempat

عن أنس : “إنما سمي شعبان لأنه يتشعب فيه خير كثير للصائم فيه حتى يدخل الجنة”

Diriwayatkan dari Anas berkata:”Bulan ini disebut Sya’ban karena di dalamnya kebaikan bercabang demikian banyak bagi orang yang berpuasa sunnah segingga ia masuk surga.”

Ini adalah hadits palsu. Diriwayatkan oleh Al-‘Iraqi dalam Tarikh Qazwin dengan lafal di atas dan Abu Syaikh bin Hibban dengan lafal: “Tahukah kalian kenapa bulan ini disebut Sya’ban?…” Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini palsu dalam Dha’if Jami’ Shaghir no. 2061.

Hadits kelima

وعن زيد العمي عن يزيد الرقاشي عن يروي بن مالك قال قال النبي صلى الله عليه وسلم : “خيرة الله من الشهور شهر رجب وهو شهر الله من عظم شهر رجب فقد عظم أمر الله ومن عظم أمر الله أدخله جنات النعيم وأوجب له ، وشعبان شهري فمن عظم شعبان فقد عظم أمري ومن عظم أمري كنت له فرطا وذخرا يوم القيامة ، وشهر رمضان شهر أمتي فمن عظم شهر رمضان وعظم حرمته ولم ينتهكه وصام نهاره وقام ليله وحفظ جوارحه خرج من رمضان وليس عليه ذنب يطلبه الله به” . منكر –

Dari Zaid al ’ama dari Yazid Ar-Raqasyi dari Yarwi bin Malik berkata: Nabi SAW bersabda: ”Bulan Allah yang paling baik adalah bulan Rajab karena ia adalah bulan Allah. Barangsiapa mengagungkan bulan Rajab berarti ia telah mengagungkan perkara Allah.Dan barangsiapa mengagungkan perkara Allah maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang penuh kenikmatan dan hal itu pasti baginya. Sya’ban adalah bulanku, maka barangsiapa mengagungkan bulanku berarti telah mengagungkan perkaraku. Dan barangsiapa mengagungkan perkaraku maka aku menjadi pendahulu dan simpanan pahala baginya pada hari kiamat. Adapun bulan Ramadhan adalah bulan umatku. Barangsiapa mengagungkan bulan Ramadhan, memuliakan kehormatannya tanpa melanggarnya, berpuasa di siang harinya, shalat (tahajud dan witir) pada malam harinya dan menjaga anggota badannya (dari perbuatan dosa) maka ia keluar dari bulan Ramadhan tanpa memiliki sedikit pun dosa yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah.”

Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman juz 3 hlm. 374 no. 3813. Imam Ahmad bin Hambal berkata: Sanad hadits ini sangat mungkar (lemah sekali).

Hadits keenam

عن أنس : “أفضل الصوم بعد رمضان شعبان لتعظيم رمضان و أفضل الصدقة صدقة في رمضان.”

Dari Anas berkata: “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa Sya’ban untuk memuliakan Ramadhan dan sedekah yang paling utama adalah sedekah di bulan Ramadhan.”

Imam Al-Munawi berkata: Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan ia menganggapnya hadits gharib, dan juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi. Keduanya meriwayatkan dari jalur Shadaqah bin Musa dari Tsabit dari Anas. Imam Adz-Dzahabi dalam kitab Al-Muhadzab mengatakan: Para ulama menyatakan Shadaqah (bin Musa) adalah perawi yang lemah.” Syaikh Al-Albani juga melemahkannya dalam Dha’if Jamii’ Shaghir no. 1023.
Hadits-hadits Lemah dan Palsu tentang Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban

Di antaranya adalah sebagai berikut:

Hadits pertama

Dari Aisyah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

” أتاني جبريل عليه السلام فقال هذه ليلة النصف من شعبان , ولله فيها عتقاء من نار بعدد شعور غنم بني كلب لا ينظر الله فيها إلى مشرك ولا إلى مشاحن ولا إلى قاطع رحم ولا إلى مسبل ولا إلى عاق لوالديه ولا إلى مدمن خمر ” . ضعيف جداً -

Nabi SAW bersabda: “Malaikat Jibril mendatangiku dan berkata: Ini adalah malam nishfu (pertengahan) Sya’ban, pada malam ini Allah membebaskan dari neraka (manusia) sejumlah bulu kambing suku Kalb. Pada malam ini pula Allah tidak mau melihat kepada orang msyrik, orang yang bermusuhan (dengan sesama muslim), orang yang memutuskan tali kekerabatan, orang yang memanjangkan kainnya melebihi mata kaki, orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, dan pecandu minuman keras.” Hadits ini lemah sekali.

Dalam riwayat lain dengan lafal sbb:

عن عائشة : “إذا كان ليلة النصف من شعبان يغفر الله من الذنوب أكثر من عدد شعر غنم كلب”

Hadits dari Aisyah dengan lafal: Jika malam nishfu (pertengahan) Sya’ban maka Allah mengampuni dosa-dosa lebih banyak dari jumlah bulu kambing suku Kalb (sebuah suku Arab ‘Aribah di negeri Syam).” Syaikh Al-Albani menyatakan sanadnya lemah dalam Dha’if Jami’ Shaghir no. 654.

Dalam riwayat yang lain dengan lafal:

إن الله تعالى ينـزل ليلة النصف من شعبان إلى سماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب

“Sesungguhnya Allah SWT turun pada malam nishfu Sya’ban ke langit dunia maka Allah mengampuni (hamba-Nya) lebih banyak dari jumlah bulu kambing suku Kalb.”

Ini adalah hadits palsu.

Imam Al-Munawi dalam Faidhul Qadir berkata: Hadits ini diriwayatkan oleh imam Ahmad dan Tirmidzi dalam kitab shaum, juga Al-Baihaqi dalam kitab ash-shalat dari jalur Hajaj bin Arthah dari Yahya bin Abi Katsir dari Urwah dari Aisyah. Imam Tirmidzi berkata: Hadits ini tidak dikenal kecuali dari jalur Hajaj. Aku telah mendengar imam Muhammad (bin Ismail) yaitu imam Al-Bukhari melemahkan hadits ini dengan mengatakan: Yahya tidak mendengar hadits ini dari Urwah dan Hajaj tidak mendengarnya dari Yahya.”

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang sama sehingga nilainya juga hadits palsu.

Imam Ad-Daruquthni berkata: Sanadnya mudhtarib (goncang) tidak shahih. Imam Al-‘Iraqi berkata: Imam Al-Bukhari melemahkan hadits ini karena sanadnya terputus pada dua tempat dan ia menyatakan tidak ada satu pun sanad hadits ini yang shahih. Imam Ibnu Dihyah berkata: Tidak ada satu pun hadits tentang malam nishfu Sya’ban yang shahih dan tidak ada seorang pun perawi yang jujur meriwayatkan hadits tentang shalat sunah (malam nishfu Sya’ban). Hal itu hanya diada-adakan oleh orang yang mempermainkan syariat nabi Muhammad SAW dan senang memakai pakaian Majusi.” (Dha’if Jami’ Shaghir no. 1761).

Hadits kedua

عن أبي أمامة : “خمس ليال لا ترد فيهن الدعوة : أول ليلة من رجب و ليلة النصف من شعبان و ليلة الجمعة و ليلة الفطر و ليلة النحر”. موضوع

Dari Abu Umamah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: Lima malam yang pada saat tersebut doa tidak akan ditolak oleh Allah; malam pertama bulan Rajab, malam nishfu Sya’ban, malam Jum’at, malam idul Fitri, dan malam idul Adha.”

Ini adalah hadits palsu.

Imam Al-Munawi dalam Faidhul Qadir menulis: “Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir dan Ad-Dailami dari jalur Abu Umamah. Juga diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, Ibnu Nashir, dan Al-‘Askari dari jalur Ibnu Umar. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata: Semua jalur hadits ini cacat.”Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini palsu dalam Dha’if Jami’ Shaghir no. 2852.

Hadits ketiga

عن علي عن رسول الله صلى الله عليه وسلم : “إذا كانت ليلة نصف شعبان فقوموا ليلها ،وصوموا يومها ؛فإن الله تبارك وتعالى ينـزل فيها لغروب الشمس إلى السماء الدنيا فيقول : ألا من مستغفرٍ فأغفر له ؟ ألا من مسترزقٍ فأرزقه ؟ ألا من مبتلى فأعافيه ؟ ألا سائل فأعطيه ؟ ألا كذا ألا كذا ؟حتى يطلع الفجر”.

Dari Ali bin Abi Thalib berkata: Rasulullah SAW bersabda: Jika malam nishfu Sya’ban maka hendaklah kalian shalat malam dan berpuasa di siang harinya karena sesungguhnya Allah SWT turun ke langit dunia pada malam itu sejak matahari tenggelam. Allah berfirman: Adakah orang yang meminta ampunan sehingga Aku pasti mengampuninya? Adakah orang yang meminta rizki sehingga Aku pasti memberinya rizki? Adakah orang yang terkena musibah sehingga Aku pasti menyembuhkannya? Adakah orang yang meminta sehingga Aku pasti akan memberinya? Adakah orang yang begini? Adakah orang yang begitu? Demikianlah sampai terbit fajar.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Ini adalah hadits palsu.

Al-Hafizh Al-Bushiri dalam Misbahuz Zujajah fi Zawaid Ibni Majah menulis: Sanadnya lemah karena kelemahan Ibnu Abi Sabrah, nama lengkapnya adalah Abu Bakar bin Abdullah bin Muhammad bin Abi Sabrah.Imam Ahmad bin Hambal dan Yahya bin Ma’in berkata: Ia adalah seorang pemalsu hadits.

Syaikh Al-Albani menyatakan hadits ini palsu dalam Dha’if Jami’ Shaghir no. 652 dan Dha’if Targhib wat Tarhib no. 623.

Hadits Keempat

“في ليلة النصف من شعبان يوحي الله إلى ملك الموت يقبض كل نفس يريد قبضها في تلك السنة” ..

“Pada malam nishfu Sya’ban, Allah mewahyukan kepada malaikat maut untuk mencabut nyawa setiap jiwa yang hendak dicabutnya pada tahun tersebut.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ad-Dainuri dalam Al-Mujalasah dengan sanad dha’if, karena sanadnya terputus, yaitu perawi Rasyid bin Sa’ad meriwayatkan secara mursal.

Dinyatakan lemah oleh syaikh Al-Albani dalam Dha’if Jami’ Shaghir no. 4019 dan Dha’if Targhib wat Tarhib no. 620.

Hadits kelima

وفي رواية عن أبي موسى: “إن الله تعالى ليطلع في ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن” .

Dari Abu Musa Al-Asy’ari bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah memeriksa hamba-hamba-Nya pada malam nishfu Sya’’ban maka Allah mengampuni semua hamba-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad sangat lemah. Al-Hafizh Al-Bushiri berkata dalam Misbahuz Zujajah fi Zawaid Ibni Majah: Sanadnya lemah karena kelemahan perawi Abdullah bin Lahi’ah dan tadlis perawi Walid bin Muslim. Imam Al-Mundziri juga menyebutkan kelemahan lain, yaitu perawi Dhahak bin Abdurrahman bin ‘Arzab tidak bertemu dengan Abu Musa Al-‘Asy’ari. (Sunan Ibnu Majah juz 2 hlm. 86 – cet. Dar Ibni Haitsam)

Tidak ada shaum sunnah setelah nishfu Sya’ban

لا صيام بعد النصف من شعبان حتى يدخل رمضان

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada puasa sunnah setelah pertengahan Sya’ban sampai masuk bulan Ramadhan.”

Dan dalam riwayat lain:

إذا انتصف شعبان فلا تصوموا حتى يكون رمضان

“Jika telah lewat pertengahan Sya’ban maka janganlah kalian berpuasa sampai datang Ramadhan.”

Hadits ini diriwayatkkan oleh Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad. Imam Abdurrahman bin Mahdi, Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Hambal, Abu Zur’ah Ar-Razi dan lainnya menyatakan bahwa hadits ini munkar (sangat lemah).

Semoga Allah memuliakan kita dengan amalan-amalan sunnah yang di ajarkan oleh Rasulullah saw, dan menjauhkan kita dari hal-hal baru dalam dien ini atau lebih dikenal sebagai bidaah. Semoga Allah membukkan mata dan hati kita dengan menerima kebenaran dan al haq tanpa ragu untuk meninggalkan kebatilan dan kerancuan, Insya Alah, Allahumma Amien.

Jumat, 01 Juli 2011

Khilafah Islam: Antara Cita-cita dan Fakta

http://www.hidayatullah.com/
Oleh: Asrir Sutanmaradjo

Sepekan ini, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengadakan acara Konferensi Rajab di berbagai kota. Namun satu yang pasti, acara itu adalah sebuah kampenye memperjuangkan tegaknya khilafah Islam, sebuah cita-cita yang menarik.


Sebelum ini, dalam sebuah kesempatan, juru bicara HTI, M Ismail Yusanto mengatakan alasannya kampanye seperti ini, yakni; berusaha keras menegakkan kembali institusi pelaksana syari’ah Islam yakni Khilafah islamiyah, tanpa perang (fisik).

Wacana penegakan Khilafah Islamiyah telah berlangsung lama dan cukup sengit. Bagi kalangan HTI, sebagaimana tercermin dengan tulisan Mujianto di Media Ummat, Edisi 59, 20 Mei-2 Juni 2011, berjudul “Perlawanan Tak Kenal Padam”, tegaknya khilafah adalah janji Allah swt dan RasulNya, serta merupakan keniscayaan faktual.

Sementara pihak lain menyatakan bahwa al-Quran dan Sunnah tidak pernah berbicara tentang Negara Islam dan khilafah.

Sesungguhnya, penerapan syari’at adalah suatu hal. Dan penegakkan khilafah adalah suatu hal lain. Tak pernah ada kesemaan persepsi, pemahaman terhadap kedua hal tersebut. Ada yang setuju, mendukung, dan ada pula yang menolak, menantang. Selalu saja ada yang menolak, menantang formalisasi syari’at Islam, terutama dari para pendukung sinkretisme (talbis), sekularisme, pluralism dan liberalism (SePilis).

Pada tahun 40-an, Haji Agus Salim dalam Majalah Pedoman Masyarakat telah menolak, isu penegakkan kembali Khilafah Islamiyah. Kala itu, Agus Salim menulis tentang kedudukan Khalifah di dalam Islam. Bagi Haji Agus Salim, berdasarkan data historis mengungkapkan, kekuasaan kekhalifahan itu berdasarkan kekuatan senjata. Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib tak disepakati oleh seluruh umat Islam. Tak ada hubungan yang tegas antarra agama dengan urusan khalifah (negara). Menurutnya, kekhalifahan itu sudah berakhir.

Unsur Kekhilafahan terdiri dari piranti lunak (software) berupa Quran dan Sunnah Rasulullah saw, serta piranti keras (hardware) berupa Khalifah dan aparat Kekhalifahan. Meskipun sama-sama berpegang merujuk, mengacu pada al-Quran dan Sunnah, namun tetap saja muncul perbedaan pemahaman, persepsi. Sengketa antara kelompok Ali dan kelompok Mu’awiyah, antara firqah-firqah, antara madzhab-madzhab, antara aliran-aliran mengindikasikan bahwa unsur piranti keras dalam kekhilafahan tak pernah solid dan selalu terjadi perbedaan. Dengan kata lain, bahwa khilafah dalam perjalanan sejarahnya tak pernah memberikan jaminan sebagai satu-satunya solusi, sistem terbaik. Namun begitu, dari sudut pandang cita (idea), khilafah tetap saja sebagai solusi, sistem yang paling ideal, meskipun dari sudut faktual (aplikasi, implementasi, penerapan) tetap saja memunculkan pertanyaan.

Berbagai macam teori, gagasan, konsep telah diusung untuk mengembalikan kejayaan Khilafah yang diruntuhkan oleh konspirasi lawan pada 8 Maret 1924, namun impian hanya tinggal tetap jadi impian, dambaan.

Khilafah vs Khilafiyah

Seperti kita saksikan, kondisi umat Islam saat ini ibarat “buih” yang sangat memprihatinkan. Umat seolah tertidur pulas. Masih belum bangun dari tidur panjangnya. Semua sistem yang mengatur umat Islam secara umum dzalim, tidak memiliki visi dan misi positif yang menguntungkan Islam. Hanya menjalankan keputusan musuh dan menjadi budak lawan.

Para pemimpin telah merampas hak-hak rakyat dan bekerjasama dengan
pihak asing untuk menguras kekayaan negeri mereka.

Sayangnya, mayoritas umat ini tak memahami, tak menyadari masalah yang menimpa mereka. Diperlukan dakwah yang dapat dicerna akal dengan hikmah untuk menyadarkan umat, bahwa aset-asetnya telah dijajah dan dieksploitasi oleh negara-negara mperialis Barat dengan Amerika Serikat sebagai pemimpinnya. Umat perlu disadarkan, bahwa semenjak dua abad slam, kekayaan umat dirampas musuh, kehormatannya dilecehkan, kemerdekaannya dikekang. Umat perlu disadarkan agar tak memiliki jalan kompromi dengan keadaan, agar tak mendekati dan menjilat penguasa, agar tak berkompromi dalam masalah akidah, agar tak memilih jalan demokrasi sekuler, agar tak bermesaan dengan musuh demi imbalan duniawi. (Fahmi Suwaidi : ”Strategi Aqaidah Mejebak Amerika”, 2008:105-107).

Genarasi seperti “buih” seperti ini memerlukan pembinaan, penggembelengan secara serius melalui jama’ah d dalam masjid. Inilah
yang dipesankan, diserukan olah Khalifah Abu Bakar Shiddiq: ”Senantiasa kumpul di Masjid. Mencari petunjuk dari Qur:an. Menta’ati disiplin.”

Nah, pertanyaannya, apakah semua ini selesai dalam sekejab dengan adanya Khilafah Islamiyah?

Dalam bukunya “Islam dan Khilafah”, Dr Muhammad Dhyiya’ad-Din ar-Rais (Guru Besar Sejarah Islam di Universitas Kairo), mengajukan gagasan lembaga Persekutuan Negara-Negara Muslim sebagai bentuk (model) kekhilafahan yang sesuai dengan masa kini.

Kekhilafahan pada masa modern ini haruslan memiliki bentuk yang
dinamis dan seirama dengan kemajuan, baik politik maupun kosntitusional
yang muncul di masa kini. Bentuk kekhilafahan modern tidak terpusat
pada satu tangan, melainkan berada dalam suatu sistem persatuan,
demokratis, bercorak musyawarah dan persekutuan.

Para pejuang Islam hingga lahirnya HTI, bisa diibaratkan Tim Kesebelasan Sepakbola. Semua punya keinginan untuk tegaknya kembali syari’at Islam (HTI menyebutnya khilafah Islamiyah). Hanya saja, gagasan seperti itu akan sia-sia tanpa makna tanpa dibareng dengan perangakat pendidikan di berbagai bidang dan berbagai level.

Sama halnya, ingin mempopulerkan konsep perbankan syariah, di tengah negara dan masyarakat yang masih terkagum-kagum dengan bank konvesional. Karena itulah cukup lama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan sabar kapan harus mengeluarkan fatwa haram bunga bank.
Selama masyarakat –khususnya para pakar ekonominya masih tergila-gila sistem keuangan ribawi—sia-sia rasanya masyarakat dan publik diajak kembali ke perbankan syariah. Di sinilah letak penting pendidikan.

Sama hal nya sekarang ini. Di mana masyarakat belum paham membedakan antara khilafiyah (masalah yang berhubungan dengan perbedaan pendapat) dan khilafah (persatuan Islam di bawah satu orang pemimpin berdasarkan syariat, red), maka penegakan Khilafah Islamiyah sesungguhnya masih butuh nafas panjang, bahkan bisa ratusan tahun.

Fakta menunjukkan, bahwa akibat pendidikan dan ketidakpaman pada Islam, kondisi umat Islam kini belum siap dengan Daulah Islamiyah dan Khilafah. Seorang pejabat bahkan tak mampu membedakan antara Negara Islam dengan Syariat Islam. Fenomena seperti ini, sesungguhnya berada di semua lini.

Karena itu, keinginan penegakan Khilafah Islamiyah hanya menjadi sia-sia selama umat ini belum dibangunkan dari tidur panjangnya dan selama umat ini belum disadarkan akan derita yang menimanya.

Penegakan Khilafah Islamiyah tak cukup hanya berteriak di jalanan dan di shoot media. Lantas siapa yang dan “menggarap” (mendakwahi, red) para politisi, para jenderal, hakim-hakim, pengacara?

Siapa pula yang akan “menggarap” budayawan LSM dan pengamat agama?

Karena itu, harusnya saat ini adalah saat melakukan pendidikan. Bahkan disiapkan semenjak dini, hingga kelak mereka akan menjadi para jenderal, pakar, hakim dll. Tanpa melakukan itu, maka, kaum "buta Islam" itu lah yang kelak yang akan menjadi penghalang.

Selain itu, di antara kaum Muslim harus ada saling kerjasama. Harus ada kesediaan untuk berbagai “bermain” bola. Siapa yang akan berada di barisan pertahanan, siapa pula yang akan berperan sebagai gelandang, back dan penjaga gawanya. Satu sama lain harus ada kesediaan saling berbagi bola di bawah komando seorang kapten, bukan jalan sendiri-sendiri seperti saat ini.

Dalam khilafah tak ada terminologi asing dan pribumi. Bahkan istilah asing adalah asing dalam khilafah. Yang ada hanyalah istilah lawan dan kawan, Islam atau Kafir. Rasa-rasanya tak ada salahnya jika kita belajar dari lawan dan dari musuh. Bagaimana strategi, taktik, teknik perjuangan Zionis Yahudi sampai
berhasil mempengaruhi Amerika, Inggeris, Rusia, Prancis, sampai berhasil mendirikan Negara Israel yang tangguh.*

Penulis pemerhati masalah keislaman, tinggal di Bekasi

Red: Panji Islam
http://www.hidayatullah.com/read/17792/01/07/2011/khilafah-islam%3A-antara-cita-cita-dan-fakta.html