Social Icons

Pages

Senin, 10 Agustus 2009

JUAL BELI SECARA KREDIT

Pendapat Pertama : Bolehnya jual beli secara kredit.

Alasannya adalah senada dengan apa yg dikemukakan oleh syaikh Ibnu Baaz:
Syaikh `Abdul `Aziz bin Baz rahimahullah, ketika ditanya tentang hukum membeli sekarung gula dan semisalnya dengan harga 150 Riyal SA sampai suatu waktu (dengan kredit) dan ia senilai 100 Riyal
secara kontan, maka beliau menjawab : "Sesungguhnya Mu'amalah ini tidaklah mengapa, karena menjual secara kontan berbeda dari menjual secara kredit dan kaum muslimin terus menerus melakukan
mu'amalah seperti ini. Ini adalah Ijma' (kesepakatan) dari mereka tentang bolehnya.

Dan telah syadz (ganjil/bersendirian) sebagian ulama, bila ia melarang adanya tambahan disebabkan karena (tambahan
waktu sehingga ia menyangka hal tersebut adalah bagian dari riba. Ia adalah pendapat tidak ada sisinya, bahkan tidaklah (hal tersebut) termasuk riba sama sekali karena seorang pedagang ketika ia menjual
barang sampai suatu waktu (dengan kredit,-pent), ia menyetujui adanya penangguhan hanyalah karena ia mengambil manfaat dengan tambahan (harga) dan si pembeli rela adanya tambahan karena ada
pengunduran dan karena ketidakmampuannya untuk menyerahkan harga secara kontan maka keduanya mengambil manfaat dengan mu'amalah ini dan telah tsabit (pasti/tetap) dari Nabi shollallahu `alahi wa
sallam sesuatu yang menunjukkan bolehnya hal tersebut…". (Dinukil dari kitab Min Ahkamil Fiqhil Islamy Karya `Abdullah Al-Jarullah hal. 57-58 dengan perantara Bai'ut Taqsith karya Hisyam Alu Burgusy.)
Ini adalah pendapat Jumhur Ulama (kebanyakan ulama) dari kalangan shohabat, tabi'in dan para Imam Ahli Ijtihad -termasuk didalamnya para pengikut
fiqh empat madzhab-. Bahkan sebahagian ulama menukil kesepakatan para ulama tentang bolehnya hal ini.
Dan hukum bolehnya ini juga merupakan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah Saudi Arabia , keputusan Majma' Al-Fiqh Al-Islamy, kesimpulan dalam AL-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah, Fatwa Syaikh Muhammad bin Sholih Al-`Utsaimin , Fatwa Syaikh Sholih Al-Fauzan , Fatwa Syaikh Sholih bin `Abdul `Aziz Alu Asy-Syaikh dan kebanyakan ulama di zaman ini.

Pendapat Kedua : Tidak bolehnya jual beli secara kredit.

Dalam perkara jual beli kredit ini, kami nukilkan nasehat As-Syaikh Al Albani:
“Ketahuilah wahai saudaraku muslimin, bahwa cara jual beli yang seperti ini yang telah banyak tersebar di kalangan pedagang di masa kita ini, yaitu jual beli At Taqsiith (kredit), dengan mengambil tambahan harga dibandingkan dengan harga kontan, adalah cara jual beli yang tidak disyari’atkan. Di samping mengandung unsur riba, cara seperti ini juga bertentangan dengan ruh Islam, di mana Islam didirikan atas pemberian kemudahan atas umat manusia, dan kasih sayang terhadap mereka serta meringankan beban mereka, sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan Al Imam Al Bukhari :
“Allah merahmati seorang hamba yang suka memberi kemudahan ketika menjual dan ketika membeli…”

Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Imam Asy-Syaukany dalam Nailul Authar. Diantara ulama zaman ini yang berpendapat tentang tidak bolehnya adalah Syaikh Al-Albany dan Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'iy rahimahullah.


Tarjih
Para ustadz [setahu saya] banyak yang merajihkan pendapat bolehnya jual beli secara kredit karena kuatnya dalil yang dijadikan hujjah oleh para ulama pendukung pendapat yang membolehkannya, hal itu juga merupakan pendapat kebanyakan ulama bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -dan disetujui oleh Syaikh `Abdul `Aziz bin Baz dan Syaikh Ibnu `Utsaimin rahimahullah- telah menukil kesepakatan ulama tentang bolehnya

2. Yang penting kedua belah pihak ridha dimana hal ini menjadi syarat sahnya jual beli, berdasar firman Allah : "“… janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…” (QS. An-Nisaa’: 29)"

Tidak ada pembatasan keuntungan tertentu sehingga diharamkan untuk mengambil keuntungan yang lebih dari harga pasar, akan tetapi semua itu tergantung pada hukum permintaan dan penawaran, tanpa menghilangkan sikap santun dan toleran, bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetujui tatkala sahabatnya Urwah mengambil keuntungan dua kali lipat dari harga pasar tatkala diperintah untuk membeli seekor kambing buat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari bab 28 nomor 3642)

Namun, yang patut dicermati bahwa sikap yang lebih sesuai dengan petunjuk para ulama salaf dan ruh syariat adalah memberikan kemudahan, santun dan puas terhadap keuntungan yang sedikit sehingga hal ini akan membawa keberkahan dalam usaha. Ali radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Hai para pedagang, ambillah hak kalian, kalian akan selamat. Jangan kalian tolak kentungan yang sedikit, karena kalian bisa terhalangi mendapatkan keuntungan yang besar.”

Adapun seseorang yang merasa tertipu karena penjual mendapatkan keuntungan dengan menaikkan harga di luar batas kewajaran, maka syariat kita membolehkan pembeli untuk menuntut haknya dengan mengambil kembali uang yang telah dibayarkan dan mengembalikan barang tersebut kepada penjual, inilah yang dinamakan dengan khiyarul ghabn bisa dilihat pada pembahasan berbagai jenis khiyar.

Wallahu ta’ala a’lam bish shawab


0 komentar:

Posting Komentar