Social Icons

Pages

Kamis, 13 Agustus 2009

Islam Misi Kasih Sayang yang Universal

Islam Misi Kasih Sayang yang Universal (Bag. 1 dari 3 Tulisan)

Oleh : H. Muh. Zaitun Rasmin, Lc

Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah

“Dan Kami tidak mengutusmu (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam”. Demikianlah terjemahan ayat al-Quran yang yang terdapat dalam Surah al-Anbiya: 107 yang merupakan penegasan Allah SWT. kepada Rasul-Nya yang terakhir, Muhammad SAW.


bahwasanya beliau diutus oleh Allah ke tengah-tengah manusia sebagai representasi suatu bentuk rahmat (kasih sayang) Allah kepada seluruh makhluk-Nya utamanya para manusia dan seluruh makhluk Allah di permukaan bumi ini.

Statemen Ilahiyah ini dengan gamblang menunjukkan bahwasanya Islam dengan segala prinsip dan muatan ajarannya merupakan agama dan konsep hidup yang identik dengan kasih sayang, karena ia bersumber dari Allah SWT yang tak lain adalah Dzat Yang Maha Pengasih (ar-Rahman) dan Maha Penyayang (ar-Rahim), yang kasih sayangnya tiada terbilang dan tiada pula berpenghujung, serta dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, sang Rahmat yang dicurahkan oleh Allah sebagai hadiah yang sangat berharga untuk alam semesta (ar-Rahmah al-Muhdah) dengan segala sifat mulia yang ada pada diri beliau yang semuanya menunjukkan demikian tingginya rasa kasih dan sayangnya.

Selanjutnya penamaan agama ini oleh pemiliknya (Allah) dengan kata Islam yang di antara maknanya adalah keselamatan (as-Salam) dan kedamaian (as-Silm) semakin mempertegas bahwasanya ia tidaklah hadir ke tengah-tengah manusia kecuali hanyalah untuk menyebarkan kasih sayang dan memperindah kehidupan bumi ini dengan cinta, kedamaian, keadilan dan kesentosaan.

Maka sangat tidak benarlah jika ada pandangan dan pernyataan yang mengalamatkan sikap yang arogan dan tindakan yang brutal kepada Islam, apalagi sampai mengidentikkannya dengan ajaran yang mengarahkan umat pemeluknya untuk melakukan praktek-praktek teror, intimidasi, kekerasan, menyakiti, menganiaya dan memusnahkan umat pemeluk agama lainnya.

Padahal justru sebaliknya Islam sangat menghargai toleransi, menyuruh berbuat adil dan menebar amal kebaikan terhadap orang-orang yang lain agama serta tidak pernah memaksakan mereka untuk memeluk Islam. Isu terorisme yang dalam kurun waktu hampir satu dasawarsa terakhir begitu populer di kalangan penduduk dunia sampai mereka yang tinggal di pedusunan terpencil sekalipun, begitu menohok kaum muslimin, melukai umat yang notabene adalah representasi dari kurang lebih 1/5 dari semua manusia penduduk dunia. Sebab Islam sering dikaitkan dengan terorisme bahkan telah nyaris terbangun sebuah opini global bahwa terorisme adalah Islam dan Islam itulah terorisme hanya dengan alasan bahwa pihak Barat (Amerika cs) yang memposisikan diri sebagai pemegang ataupun penentu arah kebijakan Internasional beserta konco-konconya “mendapatkan” bahwa pelaku aksi teror termasuk yang paling ngetrend adalah bom bunuh diri adalah dari kalangan umat Islam.

Aksi terorisme teranyar -setidaknya di bumi nusantara ini- ialah insiden peledakan bom di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton, Jakarta pada hari Jumat, 17 Juli yang lalu dan menewaskan 9 orang serta mencederai puluhan orang lain. Peristiwa bom yang ditengarai oleh sejumlah pihak sebagai bom bunuh diri itu sepertinya oleh pihak-pihak tertentu kembali dikaitkan dengan umat Islam seperti halnya kasus-kasus yang terjadi sebelumnya di tanah air. Melalui blow-up pemberitaan oleh berbagai media, begitu tercium aroma pengaitan aksi bejat ini dengan umat Islam, terkhusus kepada sejumlah organisasi atau person yang telah tervonis sebagai bagian dari jaringan terorisme Internasional bahkan berimbas kepada lembaga-lembaga Islam yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan dan aktivitas sosial lainnya yang sama sekali tidak ada hubungan dan keterkaitannya dengan lembaga atau oknum-oknum yang dipandang sebagai teroris tersebut.

Padahal tidak sedikit manusia di dunia ini yang tahu termasuk penduduk Indonesia sebagai negara terbanyak prosentasi umat Islamnya di dunia sekaligus dikenal sebagai negeri yang sering menjadi obyek oleh para teroris untuk “proyek” peledakan bom, bahwasanya yang melakukan serangan teror di dunia ini –baik di zaman dahulu maupun di era modern ini- bukan hanya umat Islam atau dari negeri-negeri kaum muslimin, tapi juga selain mereka, penganut agama lain ataupun bangsa lain yang jelas-jelas dari segala sisi tidak mewakili Islam atau umat Islam, dan itu bukan saja pada level peledakan bom yang berulangkali terjadi di Indonesia bahkan juga pada tingkat penghancuran yang lebih sadis sehingga membawa akibat yang juga jauh lebih parah.

Dalam sebuah diskusi yang dilakukan oleh sebuah Ormas Islam di Indonesia, Dr. Anies Baswedan, pakar terorisme yang juga adalah Rektor Universitas Paramadina menyebutkan bahwa dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Chicago Project for Suicide Terrorism yang mengkaji titik-titik kejadian teror di seluruh dunia mulai tahun 1980-2004 yang ternyata jumlahnya cukup banyak didapatkan hasil yang intinya bahwa pelaku terorisme bukan hanya orang Islam dan bahkan pelaku terorisme terbesar juga bukan umat Islam. Bahkan menurut Anies, kalau kita tidak malas merunut sejarah maka nampak pada tahun 1947 ke belakang aksi teror yang dilakukan umat Islam itu sangat minim, bahkan nyaris tidak ada.

Oleh karena itu, pengaitan terorisme terhadap Islam oleh siapapun sama sekali sangat tidak berdasar, dia tidak lebih dari sebuah tuduhan yang targetnya jelas adalah menjauhkan umat manusia dari Islam, memang tidak dapat ditutup-tutupi bahwa perkembangan Islam dewasa ini sangat mengkhawatirkan pihak Barat. Kebangkitan Islam yang ditandai dengan munculnya kesadaran umat Islam di hampir seluruh negeri Islam untuk kembali kepada ajaran agama Islam yang murni sesuai tuntunan al-Quran dan Sunnah Rasulullah yang semakin meningkat dari waktu ke waktu, belum lagi dengan semakin banyaknya jumlah pemeluk Islam di negara-negara Eropa dan Amerika, semua ini semakin menjadikan pihak yang anti Islam atau setidaknya phobi terhadap Islam karena kejahilan dan salah kaprahnya terhadap Islam semakin kebakaran jenggot.

Semestinya pihak Barat dalam kapasitas sebagai polisi dunia dan juga pemegang kebijakan global ataupun pihak-pihak yang sejalan dengan sikap dan pandangan mereka serta memiliki otoritas menangani masalah ini, jika memang serius dan jujur ingin menyelesaikan masalah terorisme ini dalam konteks pelanggaran hukum dan HAM, atau penodaan terhadap demokrasi, atau alasan-alasan lainnya, semestinya mereka harus bersikap obyektif dan proporsional. Misalnya jika yang melakukannya adalah oknum yang mengaku Islam, jangan langsung menyimpulkan bahwa Islam yang salah, juga hendaknya masalah ini dilihat kasus per kasus, apa yang melatarbelakangi para pelakunya tatkala melakukan tindakan seperti itu. Bisa jadi, oknum pelakunya sudah merasa sangat sakit hati karena perbuatan zhalim yang dilakukan Israel atau Amerika terhadap kelompok tertentu, dan untuk melampiaskan rasa sakit hatinya, oknum tertentu bertekad melakukan pembalasan dengan cara seperti itu. Wallaahu A’lam.

Hal seperti itu sudah seharusnya menjadi kajian bagi negara-negara maju yang mengkampanyekan demokrasi dan hak asasi manusia, namun di sisi lain menjadi aktor di balik terjadinya tindakan keji, kejahatan barbar, seperti yang terjadi di Palestina, Irak, Afghanistan, dan lain-lain.

Yang jelas, komponen manusia yang paling patut mengambil ibrah dan pelajaran dari kasus-kasus bom dan isu terorisme ini adalah umat Islam sendiri. Apakah karena umat Islam sudah terkesan tidak berdaya di mata hegemoni Barat yang mengendalikan kebijakan global dan mendominasi berbagai perangkatnya sehingga merekalah yang selalu menjadi sasaran dan kambing hitam segala ulah segelintir oknum manusia yang melakukan perbuatan yang tidak beperikemanusiaan dan jelas-jelas bertentangan dengan nilai ajaran Islam itu? Lalu sudah begitu hina dan lemahnya umat Islam sehingga untuk sekedar menyatakan secara elegan bahwa Islam berlepas diri dari tindakan zhalim dan bengis itu sudah tidak mampu?

Saatnya umat Islam melakukan introspeksi diri ada apa sebenarnya dengan mereka? Ada apa dengan keimanan dan komitmen mereka terhadap agama yang mereka yakini dan banggakan? Ataukah memang keraguan dan distorsi pemahaman telah menyelinap masuk ke dalam dada dan berhasil memecahkan benteng aqidah dan nilai keistiqamahan sebagai akibat serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh mereka yang tidak rela melihat Islam ini maju. Sepertinya umat Islam memang harus menyadari bahwa mereka telah kehilangan kekuatan dan jati diri yang tidak lain berasal dari komitmen mereka terhadap agama mereka sendiri, Islam yang rahmatan lil ‘alamin itu.

0 komentar:

Posting Komentar