Social Icons

Pages

Jumat, 01 Juli 2011

Khilafah Islam: Antara Cita-cita dan Fakta

http://www.hidayatullah.com/
Oleh: Asrir Sutanmaradjo

Sepekan ini, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengadakan acara Konferensi Rajab di berbagai kota. Namun satu yang pasti, acara itu adalah sebuah kampenye memperjuangkan tegaknya khilafah Islam, sebuah cita-cita yang menarik.


Sebelum ini, dalam sebuah kesempatan, juru bicara HTI, M Ismail Yusanto mengatakan alasannya kampanye seperti ini, yakni; berusaha keras menegakkan kembali institusi pelaksana syari’ah Islam yakni Khilafah islamiyah, tanpa perang (fisik).

Wacana penegakan Khilafah Islamiyah telah berlangsung lama dan cukup sengit. Bagi kalangan HTI, sebagaimana tercermin dengan tulisan Mujianto di Media Ummat, Edisi 59, 20 Mei-2 Juni 2011, berjudul “Perlawanan Tak Kenal Padam”, tegaknya khilafah adalah janji Allah swt dan RasulNya, serta merupakan keniscayaan faktual.

Sementara pihak lain menyatakan bahwa al-Quran dan Sunnah tidak pernah berbicara tentang Negara Islam dan khilafah.

Sesungguhnya, penerapan syari’at adalah suatu hal. Dan penegakkan khilafah adalah suatu hal lain. Tak pernah ada kesemaan persepsi, pemahaman terhadap kedua hal tersebut. Ada yang setuju, mendukung, dan ada pula yang menolak, menantang. Selalu saja ada yang menolak, menantang formalisasi syari’at Islam, terutama dari para pendukung sinkretisme (talbis), sekularisme, pluralism dan liberalism (SePilis).

Pada tahun 40-an, Haji Agus Salim dalam Majalah Pedoman Masyarakat telah menolak, isu penegakkan kembali Khilafah Islamiyah. Kala itu, Agus Salim menulis tentang kedudukan Khalifah di dalam Islam. Bagi Haji Agus Salim, berdasarkan data historis mengungkapkan, kekuasaan kekhalifahan itu berdasarkan kekuatan senjata. Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib tak disepakati oleh seluruh umat Islam. Tak ada hubungan yang tegas antarra agama dengan urusan khalifah (negara). Menurutnya, kekhalifahan itu sudah berakhir.

Unsur Kekhilafahan terdiri dari piranti lunak (software) berupa Quran dan Sunnah Rasulullah saw, serta piranti keras (hardware) berupa Khalifah dan aparat Kekhalifahan. Meskipun sama-sama berpegang merujuk, mengacu pada al-Quran dan Sunnah, namun tetap saja muncul perbedaan pemahaman, persepsi. Sengketa antara kelompok Ali dan kelompok Mu’awiyah, antara firqah-firqah, antara madzhab-madzhab, antara aliran-aliran mengindikasikan bahwa unsur piranti keras dalam kekhilafahan tak pernah solid dan selalu terjadi perbedaan. Dengan kata lain, bahwa khilafah dalam perjalanan sejarahnya tak pernah memberikan jaminan sebagai satu-satunya solusi, sistem terbaik. Namun begitu, dari sudut pandang cita (idea), khilafah tetap saja sebagai solusi, sistem yang paling ideal, meskipun dari sudut faktual (aplikasi, implementasi, penerapan) tetap saja memunculkan pertanyaan.

Berbagai macam teori, gagasan, konsep telah diusung untuk mengembalikan kejayaan Khilafah yang diruntuhkan oleh konspirasi lawan pada 8 Maret 1924, namun impian hanya tinggal tetap jadi impian, dambaan.

Khilafah vs Khilafiyah

Seperti kita saksikan, kondisi umat Islam saat ini ibarat “buih” yang sangat memprihatinkan. Umat seolah tertidur pulas. Masih belum bangun dari tidur panjangnya. Semua sistem yang mengatur umat Islam secara umum dzalim, tidak memiliki visi dan misi positif yang menguntungkan Islam. Hanya menjalankan keputusan musuh dan menjadi budak lawan.

Para pemimpin telah merampas hak-hak rakyat dan bekerjasama dengan
pihak asing untuk menguras kekayaan negeri mereka.

Sayangnya, mayoritas umat ini tak memahami, tak menyadari masalah yang menimpa mereka. Diperlukan dakwah yang dapat dicerna akal dengan hikmah untuk menyadarkan umat, bahwa aset-asetnya telah dijajah dan dieksploitasi oleh negara-negara mperialis Barat dengan Amerika Serikat sebagai pemimpinnya. Umat perlu disadarkan, bahwa semenjak dua abad slam, kekayaan umat dirampas musuh, kehormatannya dilecehkan, kemerdekaannya dikekang. Umat perlu disadarkan agar tak memiliki jalan kompromi dengan keadaan, agar tak mendekati dan menjilat penguasa, agar tak berkompromi dalam masalah akidah, agar tak memilih jalan demokrasi sekuler, agar tak bermesaan dengan musuh demi imbalan duniawi. (Fahmi Suwaidi : ”Strategi Aqaidah Mejebak Amerika”, 2008:105-107).

Genarasi seperti “buih” seperti ini memerlukan pembinaan, penggembelengan secara serius melalui jama’ah d dalam masjid. Inilah
yang dipesankan, diserukan olah Khalifah Abu Bakar Shiddiq: ”Senantiasa kumpul di Masjid. Mencari petunjuk dari Qur:an. Menta’ati disiplin.”

Nah, pertanyaannya, apakah semua ini selesai dalam sekejab dengan adanya Khilafah Islamiyah?

Dalam bukunya “Islam dan Khilafah”, Dr Muhammad Dhyiya’ad-Din ar-Rais (Guru Besar Sejarah Islam di Universitas Kairo), mengajukan gagasan lembaga Persekutuan Negara-Negara Muslim sebagai bentuk (model) kekhilafahan yang sesuai dengan masa kini.

Kekhilafahan pada masa modern ini haruslan memiliki bentuk yang
dinamis dan seirama dengan kemajuan, baik politik maupun kosntitusional
yang muncul di masa kini. Bentuk kekhilafahan modern tidak terpusat
pada satu tangan, melainkan berada dalam suatu sistem persatuan,
demokratis, bercorak musyawarah dan persekutuan.

Para pejuang Islam hingga lahirnya HTI, bisa diibaratkan Tim Kesebelasan Sepakbola. Semua punya keinginan untuk tegaknya kembali syari’at Islam (HTI menyebutnya khilafah Islamiyah). Hanya saja, gagasan seperti itu akan sia-sia tanpa makna tanpa dibareng dengan perangakat pendidikan di berbagai bidang dan berbagai level.

Sama halnya, ingin mempopulerkan konsep perbankan syariah, di tengah negara dan masyarakat yang masih terkagum-kagum dengan bank konvesional. Karena itulah cukup lama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan sabar kapan harus mengeluarkan fatwa haram bunga bank.
Selama masyarakat –khususnya para pakar ekonominya masih tergila-gila sistem keuangan ribawi—sia-sia rasanya masyarakat dan publik diajak kembali ke perbankan syariah. Di sinilah letak penting pendidikan.

Sama hal nya sekarang ini. Di mana masyarakat belum paham membedakan antara khilafiyah (masalah yang berhubungan dengan perbedaan pendapat) dan khilafah (persatuan Islam di bawah satu orang pemimpin berdasarkan syariat, red), maka penegakan Khilafah Islamiyah sesungguhnya masih butuh nafas panjang, bahkan bisa ratusan tahun.

Fakta menunjukkan, bahwa akibat pendidikan dan ketidakpaman pada Islam, kondisi umat Islam kini belum siap dengan Daulah Islamiyah dan Khilafah. Seorang pejabat bahkan tak mampu membedakan antara Negara Islam dengan Syariat Islam. Fenomena seperti ini, sesungguhnya berada di semua lini.

Karena itu, keinginan penegakan Khilafah Islamiyah hanya menjadi sia-sia selama umat ini belum dibangunkan dari tidur panjangnya dan selama umat ini belum disadarkan akan derita yang menimanya.

Penegakan Khilafah Islamiyah tak cukup hanya berteriak di jalanan dan di shoot media. Lantas siapa yang dan “menggarap” (mendakwahi, red) para politisi, para jenderal, hakim-hakim, pengacara?

Siapa pula yang akan “menggarap” budayawan LSM dan pengamat agama?

Karena itu, harusnya saat ini adalah saat melakukan pendidikan. Bahkan disiapkan semenjak dini, hingga kelak mereka akan menjadi para jenderal, pakar, hakim dll. Tanpa melakukan itu, maka, kaum "buta Islam" itu lah yang kelak yang akan menjadi penghalang.

Selain itu, di antara kaum Muslim harus ada saling kerjasama. Harus ada kesediaan untuk berbagai “bermain” bola. Siapa yang akan berada di barisan pertahanan, siapa pula yang akan berperan sebagai gelandang, back dan penjaga gawanya. Satu sama lain harus ada kesediaan saling berbagi bola di bawah komando seorang kapten, bukan jalan sendiri-sendiri seperti saat ini.

Dalam khilafah tak ada terminologi asing dan pribumi. Bahkan istilah asing adalah asing dalam khilafah. Yang ada hanyalah istilah lawan dan kawan, Islam atau Kafir. Rasa-rasanya tak ada salahnya jika kita belajar dari lawan dan dari musuh. Bagaimana strategi, taktik, teknik perjuangan Zionis Yahudi sampai
berhasil mempengaruhi Amerika, Inggeris, Rusia, Prancis, sampai berhasil mendirikan Negara Israel yang tangguh.*

Penulis pemerhati masalah keislaman, tinggal di Bekasi

Red: Panji Islam
http://www.hidayatullah.com/read/17792/01/07/2011/khilafah-islam%3A-antara-cita-cita-dan-fakta.html

5 komentar:

  1. Tulisan antum panjang tp ga terarah,..semestinya atum sebelum mengungkap akan apa yg diperjuangkan HTI hrs tau lebih dahulu seharusnya antum mencari info dari sumbernya jgn hanya mencari sumber dari segilitir media atau orang,..saya yakin apa yg diperjuangkan HTI merupakan perjuangan yg sesuai dgn dicontohkan Rasul.. tulisan ada se akan memberi nilai kepada diri anda tentang pesimisnya umat ini,..saya yakin para aktivis HTI sudah dibina dan merekapun menularkan pemikirannya kepada umat yg pada akhirnya masyarakat lah yg mengganti perubahan itu,.. waktu yg akan menjawab, kita sebagai manusia hanya bisa berihktiar semoga ihktiar kita mendapar Ridho Allah ,..amin !


    yang saya ketahui justru HTI gencar melakukan pembinaan (pendidikan) kepada umat untuk membangkitkan kesadaran umat, pembinaan ini lah yang menjadi aktifitas HTI yang dilakukan setiap hari. baik pembinaan umum ( masyiroh, tabliq tulisan2 dll) ataupun mebinaan khusus (halqah halaqah)

    sayang sekali.. tulisan yang kritis namun menjadikan salah persepsi terhadap musuh-musuh Islam.. Islam memiliki metode-metode penegakan tujuannya masing-masing. Dimana segala metode yang bertentangan pasti ditolak. Apakah dibenarkan kita menggunakan metode yahudi untuk meraih cita-cita? dengan hipnosis, penipuan, perbudakan melalui perbangkan (riba), perampasan, mengancam, adu domba, memberikan kebebasan (tipuan) atas dasar HAM dan demokrasi? sungguh mengerikan jika kita harus mengambil manfaat dari musuh yang melakukan hal-hal seperti itu. Rasulullah dalam dakwahnya tidak pernah sekalipun mencontoh perbuatan biadab kaum kafir quraisy saat itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya sayangnya juga HT sendiri sibuk mendidik dengan menyisipkan konsep takfir ala khawarij secara terselubung, bermudah-mudahan dalam mencela dan menuduh orang yang berbeda pandangan sebagai antek dan budak zionis-salibis meskipun yang dituduh itu telah memberi banyak kontribusi bagi kebutuhan riil umat seperti kebutuhan pangan dan pakaian pengungsi Suriah, akankah kelaparan mereka berubah menjadi kenyang karena HTI mengajak orang mendirikan khilafah bahkan di saat ada orang HT sndiri yang bilang mereka mengkoreksi pemahaman ahlus sunnah tentang iman kepada qadha dan qadar yang itu berarti kita perlu mempertanyakan keselarasan aqidah HT dengan ahlus sunnah. ente hapecom coba baca argumentasi ente sendiri yang gak jelas itu sebelum merasa pantas mengkritik orang lain, jangan sampai tanpa ilmu hanya bersemangat merasa mau memperbaiki padahal justru merusak.

      Hapus
  2. sayang sekali teman-teman di HT tidak konsisten dgn slogannya memperjuangkan khilafah 'ala minhaajinnubuwwah, bahkan khilafah yg kalian perjuangkan hanya memperdalam jurang perselisihan umat. bagaimana mungkin para du'aat ahlussunnah akan menerima khilafah yg diperjuangkan di atas manhaj kalian sendiri. apa hubungan dakwah khilafah dengan pelanggaran syariat yg kalian lakukan? apa hubungannya dengan aqidah yang menyimpang yg kalian dakwahkan? subhanallah...."dan janganlah kamu mencampurkan antara haq dan bathil, dan kamu menyembunyikan yang hak itu padahal kamu tahu." (al baqarah: 42)

    BalasHapus
  3. apakah teman-teman di HT sdh mengenyampingkan keutamaan amar ma'ruf nahi mungkar? shingga u/menahan diri dari mencukur jenggot,isbal,ikhtilath dlm demo,membolehkan jabbat tangan dengan perempuan dgn dalil yg marjuuh,dll
    bahkan, apa sih keuntungan yg HT ambil dari mendakwahkan KRITIK TOTAL thdp hadits Ahad? yg berkonsekuensi pd keraguan sampai penolakan thdp siksa kubur dan byknya kabar ahad yg jelas-jelas haditsnya shahih. "haatuu burhaanakum in kuntum shodiqiin"

    BalasHapus
  4. saudaraku HT, sesuai kaidah:
    الغاية لا تبرر الوسيلة إلا بدليل
    "niat dan tujuan yang baik tidak merubah sarana yang haram kecuali memiliki dalil"
    niat dan dan tujuan yang mulia tidak boleh dijalankan dgn sarana yang haram, dan sarana haram itu tetap haram walau dipakai untuk niat n tujuan yang baik.
    ketahuilah sobat, sarana yg kami maksudkan adalah semua yg kalian pakai walau melanggar syariat demi mencapai tujuan kalian.
    padahal, kalau kalian mau btanya kpd du'aat ahlussunnah, "apakah kalian mau dan telah memperjuangkan khilafah?" mereka tentu mau,siapa yg tidak rindu dgnnya?perlu dipertanyakn keIslamannya. trus, apa mrk sdh memperjuangkannya? yah, kalo mnurut kalian harus pake bendera,turun ke jalan, simbol" tertentu.....sungguh terlalu. seharusnyalah kita mengikhlaskan diri u/mengikuti jejak para generasi shalih terdahulu dlm sgl hal.

    BalasHapus