Social Icons

Pages

Selasa, 27 Oktober 2009

BERCITA-CITA

“ Barangsiapa mati sedangkan ia belum pernah berjihad, dan ia tidak bercita-cita untuk berjihad, maka kematiannya pada salah satu cabang kemunafikan “ ( H.R. Muslim ).


BERMIMPILAH!
Suatu hari Umar bin Khattab melukakan dialog dengan beberapa orang di zamannya. Umar bin Khattab berkata : “Bercita-citalah!” Maka salah seorang di antara yang hadir berkata :” Saya berangan-angan kalau saja saya mempunyai banyak uang ( dinar dan dirham ), lalu saya belanjakan untuk memerdekakan budak dalam rangka meraih ridha Allah.”

Seorang lainnya menyahut : “Kalau saya, berangan-angan memiliki banyak harta, lalu saya belanjakan fi sabilillah.” Yang lainnya menyahut : “Kalau saya mengangankan kekuatan tubuh yang prima lalu saya abdikan diri saya untuk memberi air zam-zam kepada jama’ah haji satu persatu.”

Setelah Umar bin Khattab mendengarkan mereka, ia pun berkata : “Kalau saya, berangan-angan kalau saja di dalam rumah ini ada tokoh seperti Abu Ubaidan bin Jarrah, Umair bin Sa’ad dan semacamnya.”

Mungkin Anda bertanya mengapa harus bermimpi? Ternyata banyak orang-orang besar ataupun pemimpin besar yang berangkat dari seorang pemimpi. Jadilah pemimpi besar untuk menjadi pemimpin besar. Seorang tokoh pernah mengatakan, seorang pemimpin harus mempunyai banyak mimpi, jika tidak dia tidak layak menjadi pemimpin.

Kalau untuk bermimpi saja tidak berani, maka bagaimana ia berani memimpin? Karena menjadi pemimpin berarti menjadi orang yang cerdas. Yakni berpikir mendahului masanya, meski kadang orang lain belum bisa memahaminya. Ia juga obsesif. Memiliki pikiran dan gagasan besar di luar apa yang dipikirkan orang lain.
Maka, jangan takut bermimpi!

FILOSOFI CITA – CITA…
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa “Keluhuran cita-cita adalah bagian dari keimanan”. Karena orang yang punya cita-cita mulia, obsesi yang tinggi, tujuan luhur, tentunya dia tidak akan menjerumuskan diri dalam kehinaan, dari kemaksiatan, dan kemistaan. Karena itulah bermimpilah dan bercita-citalah setingi bintang. Cita-cita besar adalah tanda kehidupan jiwa, indikasi sukses orang-orang besar. Pintu kebahagiaan siapa saja disebabkan oleh jiwanya selalu terbuka, berpikir dan berjiwa besar.

“Kalau anda percaya bisa berhasil, anda akan betul-betul berhasil.” Demikian kata D.J.Schwartz dalam bukunya The Magic of Thinking Big. “Setiap manusia yang menghasratkan sukses atau menginginkan yang sebaik-baiknya dari kehidupan sekarang ini. Tak ada manusia bisa mendapat kesuksesan dari hidup yang merangkak-rangkak, kehidupan yang setengah-setengah. Tak ada yang ingin merasa dia itu termasuk kelas dua atau terpaksa hidup sebagai “kelas dua” ( D.J.Schwartz, 1978 )

Cita-cita besar itu ibarat dinamo. Cita-cita besar itu ibarat dinamo yang menggerakkan arus positif dan arus negatif yang mengontrol tubuh Anda. Cita-cita besar itu ibarat bahan bakar. Memacu kendaraan untuk maju, melesatkan kereta dengan cepat.

Cita-cita besar itu adalah pintu. Pintu kebahagiaan, pintu kesuksesan, pintu kesempurnaan. “Dan katakanlah:”Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah ( pula ) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi engkau kekuasaan yang menolong.” ( Al-Isra’:80 )

Cita-cita besar itu merupakan obat. Obat penghilang kelemahan, penghilang kemalasan, penghilang kesedihan, penghilang kehinaan.

Cita-cita ciri kemuliaan. Orang mulia adalah orang yang memiliki cita-cita. Karena cita-cita akan membangun pendirian yang kokoh, tidak gentar menghadapi masalah, tidak jera menghadapi kegagalan. Sedangkan orang yang tidak memiliki cita-cita akan menjadi pengecut, penakut dan pecundang. Diantara manifestasi cita nan mulia adalah membangun keluhuran jiwa dan menjauhkan diri dari posisi tertuduh.

Begitu banyak dan begitu penting untuk menjadi besar dengan cita-cita besar. Tapi jangan sekali-kali merasa besar. Karena merasa besar akan menumbuhkan penyakit jiwa, menyebabkan sengsara dan pembawa derita. Sedang menjadi besar membawa bahagia.

JANGAN TAKUT PUNYA CITA-CITA
Kadang kita takut punya cita-cita, karena takut untuk mencapainya. Padahal cita-cita merupakan energi yang akan menggerakkan jiwa, menggerakkan pikiran untuk kreatif, menggerakkan badan untuk aktif, menggerakkan seluruh tubuh mencapai tujuan. Cita-cita adalah ruh yang menjadikan seseorang tetap bertahan. Seperti Imam Ahmad yang tegar di tengah cambukan tanpa menggeserkan sedikitpun keimanan dan keyakinan yang tertanam. Cita-cita pula yang menghadirkan cinta dan kasih sayang ibu terhadap anaknya, melumurinya dengan doa, menghiasinya dengan tarbiyah. Seperti pengorbanan Ibunda Imam Syafi’I yang mengorbankan seluruh hartanya dan menginfakkan waktunya untuk melahirkan ulama besar, referensi peradaban Islam.

BERCITA-CITA ITU SEPARUH KESUKSESAN
Kesuksesan tidak semata-mata diukur pada hasil tapi juga pada proses. Proses merencanakan dengan tujuan yang benar dan mulia. Proses mengorganisasikan dengan rapi dan sistematis. Proses melaksanakan dengan ikhlas, tekun, teliti dan professional. Dan proses evaluasi dengan jujur dan semangat perbaikan tak kenal henti. Dan cita-cita adalah separuh dari kesuksesan. Karena orang yang bercita mulia tak modah goyah untuk menggadaikan di tengah jalan, menukar dengan yang hina dan rendah.

Memiliki cita-cita berarti memiliki tujuan hidup yang jelas. Memiliki kejelasan tujuan adalah separuh dari kesuksesan. Adapun yang separuh itu adalah bagaimana kita menempuhnya. Oleh karena itu, persiapkan cita-citamu sejak sekarang. Karena orang yang cerdas, yang punya cita-cita jelas adalah orang yang selalu mengoreksi dirinya dan beramal untuk bekal sesudah mati. Sedangkan orang yang bodoh adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan hanya berangan-angan kosong.

CITA-CITA DUNIA
Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Ibrahim Al Harbi, yang berguru pada Imam Ahmad mengatakan,”Aku telah menyertai Imam Ahmad bin Hambal selama dua puluh tahun. Saat musim dingin atau musim panas, siang atau malam, tak pernah aku dapati kecuali ia lebih baik dari sebelumnya.” ( Manaqib Ibnu Hambal, Ibnul Jauzy )

Salah bentuk ungkapan cita-cita adalah doa. Kita kaum Muslimin punya sebuah doa yang sangat populer, yakni Rabbana aatina fiddun-ya hasanah wa fil akhirati hasanah waqinaa 'adzaban naar. Ya Allah! Berikanlah kami kebahagiaan di dunia dan berikan pula kebaikan di akhirat dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka.” ( Al-baqarah:201 )

Doa itu adalah wajah cita-cita kita. Namun sudahkah kita menghayati cita-cita kita itu? Lalu tahukah kita apa sebenarnya yang kita citakan? Seperti doa di atas. Kalau kebahagiaan akhirat rata-rata sudah jelas yakni surga dan segala kenikmatannya. Tapi apa makna kebahagian dunia?

CITA-CITA AKHIRAT
Bila Anda telah memiliki cita-cita dunia. Maka mari selanjutnya kita meraih cita-cita akhirat. Bagaimana tidak, sedangkan kita semua pasti akan mati. Dan yang terpenting adalah bagaimana kita mati dan mempersiapkan diri menghadapi kematian. Sebab, rasa mati itu sama, tapi sebabnya beragam, nilainya berbeda. Ada yang syahid karena taat, ada yang “sangit” karena gosong dalam bermaksiat. Ada yang mulia karena taqwa dan banyak yang hina karena angkara.

Cita-cita akhirat inilah puncak kita untuk beristirahat. Seperti kata Imam Ahmad saat ditanya kapan seorang mukmin beristirahat? “ saat ia menginjakkan kakinya di surga” Jawab beliau.

Lalu apa cita-cita akhirat yang bisa kita rintis? Berikut beberapa contoh obsesi yang mestinya kita miliki :
1.Proses meninggal tanpa sakratul maut yang membebani diri dan orang lain.
2.Tidak meinggal duni pada saat kejadian hari kiamat yang dahsyat.
3.Meninggal dunia saat berjihad di jalan Allah di medan pertempuran seperti yang dicita-citakan Khalid bin Walid.
4.Meninggal dunia saat melakukan amal-amal sholeh dan amal unggulan yang dirintisnya.
5.Meningal dunia tanpa memiliki hutang-hutang sehingga tidak memberatkan perhitungan di yaumil hisab.
6.Mendapatkan rahmat Allah di alam kubur seperti orang-orang yang gemar menghafal al-Qur'an, memberikan penerangan jalan dan banyak memakmurkan masjid Allah.
7.Mendapatkan syafa'at di padang mahsyar. Renungkan tentang tujuh golongan yang dinaungi Allah di hari kiamat, apakah kita masuk salah satunya.
8.Dimudahkan saat pengadilan akhir nanti.
9.Dimudahkan saat melewati shiratal mustaqim.
10.Ada keringanan siksa neraka.
11.Tidak terlalu lama berada di neraka.
12.Mendapatkan ampunan yang banyak atas berbagai dosa dan kesalahan.
13.Dapat berkumpul dengan keluarga di surga.
14.Bertemu lebih dekat dengan orang-orang sholeh.
15.Bertemu dengan Rasulullah dan orang-orang yang kita kagumi, yang belum sempat bertemu.
16.Melihat Wajah Allah di surga.

FOKUSKAN DIRI UNTUK MERAIH CITA
Kita mesti memiliki prioritas dan fokus dalam hidup kita. Fokuskan pada kekuatan, pada apa yang kita miliki untuk mampu mendahsyatkan potensi meraih prestasi. Seperti kaca pembesar yang mengumpulkan sinar pada satu titik untuk dapat membakar.

Mengapa fokus penting? Karena setiap kita memiliki kekhasan masing-masing. Contohnya Hasan bin Tsabit ia tak pandai melantunkan adzan, karena ia bukan Bilal. Khalid bin Walid tidak pintar membagi warisan karena ia memang bukan Zaid bin Tsabit yang pakar di bidang faraidh. Imam Sibawaih yang pakar Nahwu merasa gundah saat belajar ilmu hadits karena ia bukan Imam Bukhari yang siap berhari-hari menempuh perjalanan panjang demi mendapat hadits untuk diseleksi.

Kita mesti menyadari bahwa setiap kita memiliki keterbatasan-keterbatasan. Namun, di balik keterbatasan itulah tersimpan kelebihan. Bila kita berpikir positif, sesungguhnya dengan keterbatasan itulah seseorang bisa “bersyukur” untuk meledakkanya menjadi keluarbiasaan.

Kuncinya adalah selalu bersyukur sehingga selalu fokus pada apa yang dimiliki. Menikmati apa yang ada, bukan meratapi apa yang tiada atau hilang dari genggaman tangan kita. Kita tak selalu bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, namun sesungguhnya kita dapat menikmati apa yang kita miliki. Karenanya fokuskan pada apa yang ada, jangan risau pada yang tiada. Bersyukurlah. (Al Bashirah Edisi 05 Tahun II Rubrik Tanmiyah)

0 komentar:

Posting Komentar