Social Icons

Pages

Jumat, 25 September 2009

Karena Kita Harus Berubah!

Ini adalah sebuah kisah tentang semangat para hamba pemimpi surga. Sebab tabiat mimpi ini mengharuskan kita untuk terus berada dalam pusaran perubahan. Berubah dari yang baik ke arah yang semakin baik. Atau dalam bahasa yang sering kita dengarkan: “Hari ini jauh lebih baik dari yang kemarin”. Tidak sekedar berhenti pada: “Hari ini sama saja dengan yang kemarin”. Apalagi “Hari ini lebih buruk dari yang kemarin”.


Ibrahim al-Harby pernah bertutur tentang Imam Ahl al-Sunnah di zamannya, Imam Ahmad ibn Hanbal –semoga Allah merahmatinya-. Setelah bertahun-tahun lamanya Ibrahim al-Harby menyertai sang Imam, ia sampai pada sebuah titik untuk mengatakan: “Aku telah menyertai Ahmad ibn Hanbal selama 20 tahun lamanya(!), siang dan malam, di musim dingin dan semi, di musim panas maupun dingin, namun tidak sehari pun aku bersamanya, melainkan ia hari ini pasti lebih baik dari yang sebelumnya.”

Satu-satunya yang dapat kita pahami dari pitutur itu adalah: adanya sebuah proses change (perubahan) yang berkesinambungan dalam diri Sang Imam. Tidak dalam hitungan tahun, bulan atau minggu. Tetapi dalam hitungan hari! Ya, setiap hari selalu ada progress dan target tertentu dalam kehidupan Sang Imam untuk sampai pada titik kebaikan yang lebih tinggi dari sehari sebelumnya.

Sekarang marilah kita berbicara dalam tataran jamaah. Mungkin kita sudah sampai pada sebuah titik kesepakatan, bahwa kerja-kerja dakwah haruslah berjalan dalam sebuah proses sinergis keberjamaahan. Tapi sudah efektifkah keberjamaahan kita? Bersyukurlah kita jika keberjamaahan itu dibangun di atas manhaj yang haq: manhaj al-Salaf al-Shaleh. Tetapi tetap saja ada sunnatullah lain yang harus kita patuhi demi meraih kesuksesan kerja-kerja dakwah dalam bingkai keberjamaahan. Ini sama saja dengan sunnatullah korelasi prinsip keadilan dan keberhasilan sebuah negara yang pernah “digagas” oleh Ibnu Taimiyah beberapa abad yang lalu. Beliau pernah menegaskan bahwa sebuah negara yang kafir namun berkeadilan itu akan ditegakkan oleh Allah, sementara negara yang muslim namun tidak adil justru akan direndahkan oleh-Nya.

Intinya adalah bahwa keinginan untuk menjadi lebih baik sudah pasti menuntut kita untuk berubah. Dan kaitannya dengan kerja-kerja jamaah, perubahan itu sungguh berat untuk dilakukan. Mengapa? Karena melibatkan begitu banyak subjek sekaligus objek. Perubahan dalam sebuah jamaah harus berawal dari perubahan dalam tataran individu jamaah itu sendiri. Dan sudah tentu berawal dari mereka yang dianggap sebagai sang pemimpin.

Dalam Re-Code Your Change DNA (Rhenald.K, Februari 2007, hal. 18) disebutkan bahwa setidaknya ada 5 hal mendasar yang dibutuhkan untuk sebuah perubahan:

1. Vision, atau sebuah visi tentang masa depan. Apa jadinya sebuah jamaah yang tidak memiliki visi yang kuat tentang masa depannya? Para aktifisnya hanya dipacu bekerja dan bekerja, merespons semua yang ada secara reaktif tapi tidak efektif. Nampaknya dapat bekerja dengan cepat, tetapi sebenarnya tidak ada perubahan yang berarti selain pada pemimpinnya. Yang ada hanya sebuah kekacauan (confusion). Tidak ada kesatuan pikiran dan tindakan. Pancaran energi jamaah tidak terfokus, karena masing-masing komponen bergerak sendiri-sendiri tanpa arah dan visi yang seragam.

2. Skills, atau keterampilan untuk mampu melakukan tuntutan-tuntutan baru. Jenis keterampilan semacam ini harus ditumbuhkan. Jika sebuah jamaah tidak didukung oleh keterampilan yang memadai, maka yang adalah anxiety atau kecemasan-kecemasan. Sang pemimpin cemas akan kemampuan bawahan, sang bawahan cemas akan dirinya sendiri. Kecemasan semacam ini akan melahirkan stres, rumor (isu), kejengkelan, dan lain sebagainya. Untuk memperbaharui ini menjadi penting sekali untuk menanamkan “kode-kode perubahan” dalam kepala mereka.

3. Incentives, atau insentif yang memadai baik langsung maupun tidak langsung, cash atau non-cash. Perubahan menuntut pengorbanan, bahkan penderitaan. Tapi nyatanya ini sulit sekali diterapkan. Orang-orang seringkali bertanya: siapa yang harus berkorban? Menghapa harus saya? Apakah yang di atas juga siap berkorban? Tanpa adanya insentif, maka yang lahir adalah resistensi atau penolakan. Tuntutan perbaikan kinerja jamaah harus sejalan dengan perbaikan insentif mereka. Apakah ini berarti kerja jamaah harus berpikir ala perusahaan profesional? Mungkin ini poin yang harus direnungkan. Yang pasti antara keikhlasan berjuang dan profesionalisme bukanlah dua hal yang paradoks atau bertentangan.

4. Resources, atau sumber daya yang memudahkan perubahan dan pertumbuhan jamaah.

5. Action Plan, atau rencana tindakan. Ketika berbicara tentang rencana, kita mungkin sering hanya terjebak dalam “rencana strategis” dan melupakan “rencana tindakan” atau rencana yang berorientasi pada action kita. Jika dalam rencana strategis kita menetapkan arah dan tujuan jangka panjang, maka dalam rencana tindakan kita harus menulis perincian sasaran, waktu serta sumberdaya yang dibutuhkan. Ingatlah satu hal: kalau Anda gagal membuat rencana tindakan, maka Anda sedang merencakan untuk gagal!

Yang pasti adalah bahwa perubahan ke arah yang lebih baik menuntut pembelajaran yang berkelanjutan. Buka mata. Buka hati. Buka pikiran. All people have brain, but only few use their brain. Semua orang memiliki otak, namun hanya sedikit yang menggunakan pikiran mereka.
Terakhir, sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum jika mereka merubah keadaan mereka sendir

Sabtu, 05 September 2009

Agar Tak Sekedar Lapar dan Haus

Ibadah puasa memiliki kedudukan tersendiri di sisi Allah سبحانه وتعلى Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda sesuai kualitas puasa yang dilakukan seorang hamba.



Semakin tinggi kualitas puasanya, semakin banyak pula pahala yang didapatnya, yaitu puasa yang tidak hanya sekadar manahan lapar dan dahaga. Puasa merupakan ibadah yang sangat dicintai oleh Allah سبحانه وتعلى. Hal ini sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah ÑÖí Çááå Úäå , bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

ßõáøõ Úóãóáö ÇÈúäö ÂÏóãó íõÖóÇÚóÝõ ÇáúÍóÓóäóÉõ ÚóÔúÑõ ÃóãúËóÇáöåóÇ Åöáóì ÓóÈúÚöãöÇÆóÉö ÖóÚúÝò ÞóÇáó Çááåõ ÚóÒøó æóÌóáøó ÅöáÇøó ÇáÕøóæúãó ÝóÅöäøóåõ áöíú æóÃóäóÇ ÃóÌúÒöíú Èöåö íóÏóÚõ ÔóåúæóÊóåõ æóØóÚóÇãóåõ ãöäú ÃóÌúáöíú


"Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya. Satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah  berkata, "Kecuali puasa, Aku yang akan membalas orang yang mengerjakannya, karena dia telah meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsu dan makannya karena Aku." (HR. Muslim).

Hadits di atas dengan jelas menunjukkan betapa tingginya nilai puasa. Allah سبحانه وتعلى akan melipatgandakan pahalanya bukan sekadar 10 atau 700 kali lipat, namun akan dibalas sesuai dengan keinginan-Nya. Padahal kita tahu bahwa Allah سبحانه وتعلى Maha Pemurah, maka tentu Allah akan membalas pahala orang yang berpuasa dengan berlipat ganda.

Akan tetapi, bisa jadi ada orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,


ÑõÈøó ÕóÇÆöãò ÍóÙøõåõ ãöäú ÕöíóÇãöåö ÇáúÌõæúÚõ æóÇáúÚóØóÔõ æóÑõÈøó ÞóÇÆöãò ÍóÙøõåõ ãöäú ÞöíóÇãöåö ÇáÓøóåóÑõ



"Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja, dan berapa banyak orang yang mendirikan ibadah di malam hari, tapi hanya mendapatkan begadang saja." (HR. Ahmad)

Dan di antara penyebabnya adalah:
1. Berpuasa Hanya Ikut-ikutan
Setiap Muslim harus membangun ibadah puasanya di atas iman kepada Allah سبحانه وتعلى dalam rangka mengharapkan ridha-Nya, bukan karena ingin dipuji atau sekadar ikut-ikutan keluarganya atau masyarakatnya yang sedang berpuasa. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

ãóäú ÕóÇãó ÑóãóÖóÇäó ÅöíúãóÇäðÇ æóÇÍúÊöÓóÇÈðÇ ÛõÝöÑó áóåõ ãóÇ ÊóÞóÏøóãó ãöäú ÐóäúÈöåö



"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah سبحانه وتعلى, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (Muttafaqun 'alaih).

2. Berpuasa Tapi Meninggalkan Shalat
Di antara umat Islam, ada yang begitu semangat mengerjakan ibadah puasa di bulan Ramadhan, akan tetapi mereka meninggalkan shalat. Ketika ditanya, "Mengapa Anda berpuasa tapi meninggalkan shalat?" Mereka menjawab, "Saya juga ingin dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang masuk surga melalui pintu Ar-Rayyan. Bukankah Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah bersabda, "Sesungguhnya di surga terdapat pintu bernama ar-Rayyan, di mana orang-orang yang berpuasa masuk lewat pintu itu pada hari kiamat. Tidak ada seorang pun yang masuk dari situ selain mereka (orang yang berpuasa) dan jika mereka telah masuk, maka pintu itu ditutup." (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan bukankah antara Ramadhan dengan Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa-dosa?"
Yah, Rasulullah صلى الله عليه وسلم memang telah berkata demikian. Tapi mereka tidak mengetahui—atau pura-pura tidak tahu—kelanjutan dari hadits ini.


ÑóãóÖóÇõä Åöáóì ÑóãóÖóÇäó ãõßóÝøöÑóÇÊñ ãóÇ Èóíúäóåõäøó ÅöÐóÇ ÇÌúÊõäöÈóÊö ÇáúßóÈóÇÆöÑõ



"Antara Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa-dosa antara keduanya apabila dosa-dosa besar dijauhi." (HR. Muslim).

Jadi Rasulullah صلى الله عليه وسلم mempersyaratkan dijauhinya dosa-dosa besar. Sedangkan mereka justru meninggalkan shalat. Apakah mereka menganggap dosa meninggalkan shalat adalah dosa sepele? Para shahabat  memandang orang yang meninggalkan shalat hukumnya kafir.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,


ÇáúÚóåúÏõ ÇáøóÐöí ÈóíúäóäóÇ æóÈóíúäóåõãú ÇáÕøóáÇóÉõ Ýóãóäú ÊóÑóßóåóÇ ÝóÞóÏú ßóÝóÑó



"Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir" (HR. Ahmad dan para penulis kitab Sunan).
Dan sebagaimana diketahui bahwa orang kafir tidak diterima amalannya.



Allah سبحانه وتعلى berfirman, (artinya):

"Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan." (QS. At-Taubah: 54).

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,


Åöäøó Ãóæøóáó ãóÇ íõÍóÇÓóÈõ Èöåö ÇáúÚóÈúÏõ ÈöÕóáóÇÊöåö ÝóÅöäú ÕóáóÍóÊú ÝóÞóÏú ÃóÝúáóÍó æóÃóäúÌóÍó æóÅöäú ÝóÓóÏóÊú ÝóÞóÏú ÎóÇÈó æóÎóÓöÑó



"Sesungguhnya amalan yang paling pertama yang akan dihisab atas seorang hamba dari amalan-amalannya pada hari kiamat kelak adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, maka sungguh ia telah bahagia dan berhasil. Akan tetapi, jika shalatnya buruk, maka sungguh ia telah binasa dan merugi." (HR. Nasai)

Karena itu sudah sepantasnya seorang yang meninggalkan shalat menjadikan Ramadhan sebagai moment yang tepat baginya untuk bertaubat dan melaksanakan shalat secara kontinu baik di bulan yang suci ini maupun di bulan-bulan lainnya.

3. Melakukan Hal-hal atau Kegiatan-kegiatan yang Mengundang Syahwat
Seseorang yang berpuasa lalu mengeluarkan mani tanpa berhubungan badan baik lewat onani atau pun hal-hal lain yang memancing syahwatnya seperti menonton atau bacaan-bacaan porno maka puasanya pada hari itu batal dan diwajibkan atasnya untuk mengqadhanya (mengganti puasa yang batal tersebut) pada hari lain setelah Ramadhan.
Syaikh Shalih Al Utsaimin—rahimahullah—mengatakan bahwasanya seseorang yang bermimpi basah pada saat berpuasa maka tidak ada sanksi baginya, karena mani yang keluar bukan atas keinginannya, bahkan keluarnya mani tersebut tanpa ia sadari, sedangkan bagi yang sengaja mengeluarkan mani dengan onani, maka sesungguhnya ia berdosa besar kepada Allah سبحانه وتعلى, sehingga hal itu menyebabkan puasanya batal dan wajib baginya untuk mengqadha dan bertaubat dengan benar (Lihat Majâlis Syahri Ramadhân hal:160).

4. Tidak Menjaga Lidah
Seseorang yang sedang berpuasa hendaknya bersabar untuk menahan diri dan tidak membalas kejelekan yang ditujukan kepadanya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

óÇáÕøöíóÇãõ ÌõäøóÉñ ÝóÅöÐóÇ ßóÇäó íóæúãõ Õóæúãö ÃóÍóÏößõãú ÝóáóÇ íóÑúÝõËú íóæúãóÆöÐò æóáóÇ íóÓúÎóÈú ÝóÅöäú ÓóÇÈøóåõ ÃóÍóÏñ Ãóæú ÞóÇÊóáóåõ ÝóáúíóÞõáú Åöäøöí ÇãúÑõÄñ ÕóÇÆöãñ



"Puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah ia berkata kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika dia dicela dan disakiti, maka katakanlah, 'saya sedang berpuasa'." (HR. Muslim).
Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga telah bersabda,

ãóäú áóãú íóÏóÚú Þóæúáó ÇáÒøõæÑö æóÇáúÚóãóáó Èöåö ÝóáóíúÓó áöáøóåö ÍóÇÌóÉñ Ýöí Ãóäú íóÏóÚó ØóÚóÇãóåõ æóÔóÑóÇÈóåõ



“Barangsiapa yang tidak meninggalkan kata 'zuur' dan beramal dengannya maka tidak ada keperluan bagi Allah untuk memberinya ganjaran pahala terhadap makanan dan minuman yang ia tinggalkan (puasanya).” (HR. Bukhari dan Muslim).



Lalu apakah yang dimaksud dengan kata-kata zuur ? Imam Ath-Thibi menjelaskan hadits ini, “Kata-kata zuur adalah kata-kata bohong dan dusta, yaitu barangsiapa yang tidak meninggalkan kata-kata yang batil baik ia berupa kata-kata yang mengandung kekufuran, saksi palsu, memfitnah, menceritakan kejelekan orang lain (ghibah), berdusta, menuduh, mencela, melaknat dan semisalnya dari perkataan-perkataan yang diwajibkan atas setiap orang untuk menjauhinya dan diharamkan baginya untuk melakukannya”. (Lihat. Tuhfatul Ahwadzi 3:320). Wallohul Hâdî Ilâ Sawâ-is Sabîl (Al Fikrah)

Rabu, 02 September 2009

FADHILAH MEMPELAJARI HADIST RASULULLAH

FADHILAH MEMPELAJARI HADITS RASULULLAH

Hadits adalah salah satu sumber hukum syariat Islam dan merupakan salah satu wahyu dari Allah

I :

) وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْـهَوَى إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْىٌ يُّوْحَى ( ( النجم : 3-4 )

Artinya : “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” (An Najm : 3-4)

Sabda Rasulullah r : (( ألا إنى أوتيت القرآن و مثلـه معه ))

“Ketahuilah sesungguhnya telah diturunkan kepadaku Al Qur’an dan yang semisal dengannya (As Sunnah)” (HSR. AbuDawud, Tirmidzy, Ahmad dan Hakim)

Karena dia merupakan salah satu sumber hukum maka wajib atas kita untuk mempelajarinya dan berpegang teguh padanya.

Beberapa fadhilah/ keutamaan mempelajari hadits :

1. Wajah para penuntut ilmu hadits cerah/ berseri-seri.

Sabda Rasulullah r :

(( نضر الله امرءاً سمع مقالتى فوعاها وحفظها و بلغها فـإنه رب حـامل فقه غير فقيه ، ورب

حامل فقه إلى من هو أفقه منه )) رواه الترمذى و ابن حبان

“Mudah-mudahan Allah menjadikan berseri-seri wajah orang yang mendengarkan perkataanku lalu memahaminya dan menghafalkannya kemudian dia menyampaikannya, karena sesungguhnya boleh jadi orang yang memikul (mendengarkan) fiqh namun dia tidak faqih (tidak memahaminya) dan boleh jadi orang yang memikul (mendengarkan) fiqh menyampaikan kepada yang lebih paham darinya” (HSR. At Tirmidzy dan Ibnu Hibban dari shahabat Abdullah bin Mas’ud t ).

Berkata Sufyan bin ‘Uyainah رحمه الله : “Tidak seorang pun yang menuntut / mempelajari hadits kecuali wajahnya cerah / berseri-seri disebabkan doa dari Nabi r (di hadits tersebut)”

2. Para penuntut ilmu hadits adalah orang yang paling bershalawat kepada Nabi

Sabda Rasulullah r :

(( من صلى علىّ صلاة واحدة صلى الله عليه بـها عشراً ))

“Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali”.

Berkata Khatib Al Baghdadi رحمه الله : Berkata Abu Nu’aim رحمه الله kepada kami : “Keutamaan yang mulia ini terkhusus bagi para perawi dan penukil hadits, karena tidak diketahui satu kelompok di kalangan ulama yang lebih banyak bershalawat kepada Rasulullah r dari mereka, baik itu (shalawat) berupa tulisan ataupun ucapan”.

Kata Sufyan Ats Tsaury رحمه الله : “Seandainya tidak ada faidah bagi shohibul hadits kecuali bershalawat kepada Rasulullah r (maka itu sudah cukup baginya) karena sesungguhnya dia selalu bershalawat kepada Nabi r selama ada di dalam kitab”.

Berkata Al ‘Allamah Shiddiq Hasan Khan رحمه الله – setelah beliau menyebutkan hadits yang menunjukkan keutamaan bershalawat kepada Nabi r : “Dan tidak diragukan lagi bahwa orang yang paling banyak bershalawat adalah ahlul hadits dan para perawi As Sunnah yang suci, karena sesungguhnya termasuk tugas mereka dalam ilmu yang mulia ini (Al Hadits) adalah bershalawat di setiap hadits, dan senantiasa lidah mereka basah dengan menyebut (nama) Rasulullah r …. maka kelompok yang selamat ini dan Jama’ah Hadits ini adalah manusia yang paling pantas bersama Rasulullah r di hari kiamat, dan merekalah yang paling berbahagia mendapatkan syafa’at Rasulullah r …. maka hendaknya anda wahai pencari kebaikan dan penuntut keselamatan menjadi seorang Muhaddits (Ahli Hadits) atau yang berusaha untuk itu”.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi penuntut ilmu hadits tentang shalawat :

1. Tidak boleh seorang penuntut ilmu hadits bosan dan jemu dengan seringnya bershalawat kepada Nabi r, karena itulah letak keutamaan penuntut ilmu hadits.

2. Bershalawat hendaknya dipadukan antara tulisan dan ucapan.

3. Tidak boleh menyingkat ketika menuliskan shalawat kepada Nabi r.

Imam As Syuyuti رحمه الله dalam Tadribur Rasul mengkhabarkan bahwa orang yang pertama kali mengajarkan (mencontohkan) penyingkatan shalawat dijatuhi hukuman potong tangan.

4. Mempelajari hadits memberikan manfaat dunia dan akhirat.

Kata Sufyan Ats Tsaury رحمه الله : “Saya tidak mengetahui amalan yang afdhal di muka bumi ini dari mempelajari hadits bagi yang menginginkan dengannya wajah Allah I “.

5. Mempelajari dan meriwayatkan lebih afdhal dari berbagai macam ibadah-ibadah sunnat.

Berkata Waki bin Al Jarrah رحمه الله : “Seandainya (meriwayatkan) hadits tidak lebih afdhal dari bertasbih tentu saya tidak meriwayatkannya”.

Berkata Sulaiman At Taymy رحمه الله : “Kami pernah duduk di sisi Abu Mijlas رحمه الله dan beliau membacakan hadits kepada kami, lalu berkata salah seorang (dari kami) : Seandainya engkau membacakan surat dari Al Qur’an”. Maka berkata Abu Mijlas : “Apa yang kita lakukan sekarang ini bagiku tidaklah kurang fadhilahnya dari membaca ayat Al Qur’an”.

Berkata Abu Ats Tsalj رحمه الله : Saya bertanya kepada Imam Ahmad bin Hanbal رحمه الله : “Wahai Abu Abdillah, yang mana lebih kau sukai : seorang menulis hadits atau dia berpuasa sunnat dan shalat sunnat ?”. Beliau menjawab : “Menulis hadits”.

Berkata Al Khatib Al Baghdady رحمه الله : “Mempelajari hadits pada zaman ini lebih afdhal dari seluruh ibadah-ibadah yang sunnat, disebabkan telah hilang sunnah dan orang tidak bergairah lagi dari mengerjakannya serta munculnya bid’ah-bid’ah lalu mereka (para ahli bid’ah) yang berkuasa mendominasi sekarang ini”.